BAB
1
PENDAHULUAN
Di
era globalisasi , modern dan teknologi tinggi ini setiap manusia dapat
melakukan sesuatu dengan cepat , bermakna, kreatif, dan inovatip.namun suatu
realita sehari-hari masih banyak guru dalam kegiatan belajar mengajar siswa di
sekolah mengandalkan system
lama,diantaranya pidato,menulis,berbicara.dan lain lain. Dalam kegiatan penjas
sebenarnya siswa tidak hanya di tuntut seperti itu, pengajar sebagai
pengarah,pemotivasi. materi-materi
dalam Pendidikan Jasamani (Penjas) dilakukan tidak hanya di dalam ruangan
saja/kelas yang dalam arti teori melainkan praktek di lapangan. Dalam praktek
di lapangan sering sekali didapati pembelajaran Penjas yang kurang efektif dan
efisien.
Dalam pengajaran materi, kebanyakan
guru tidak menggunakan media atau alat bantu. Padahal jika dikaji lebih
mendalam, dengan menggunakan alat bantu informasi/pesan yang akan disampaikan
akan lebih mudah ditangkap dan dicerna oleh siswa sehingga proses pembelajaran
lebih efektif dan efisien. Hal ini disinyalir karena tidak tersedianya
alat bantu tersebut dan kurangnya kreativitas para guru. Tidak tersedianya
media pembelajaran/alat bantu di sekolah menjadi salah satu faktor penyebab
guru malas dan kurang kreatif dalam mengelola pembelajaran sehingga hanya bermodalkan
pidato,menulis di papan tulis dan mendikte.
Hal ini tentu bertentangan dengan tujuan pengajaran Penjas
yang sangat kompleks yang seharusnya bertujuan untuk meningkatkan aspek
kognitif, afektif, psikomotorik, dan sosial, melainkan hanya aspek kognitifnya.
Hal ini sesuai dengan tuntutan dari UU RI No: 20 tahun 2003, tentang
Sistem Pendidikan Nasional Pasal 40 ayat 2A: “Pendidikan dan tenaga
kependidikan berkewajiban menciptakan suasana pendidikan yang bermakna,
menyenangkan, kreatif, dinamis dan dialogis”.
B.
Rumusan
Masalah
1. Apa
saja jenis jenis media pembelajaran?
2. Apa
saja fungsi dengan adanya media pembelajaran?
3. Apa
saja manfaat dari media pembelajaran?
4. Dengan
adanya alat bantu (media), apakah proses belajar mengajar bisa terbantu dalam
pembelajaran penjas, di sekolah sekolah?
5. Bagaimana
cara memodifikasi media atau alat bantu pembelajaran Pendidikan Jasmani di
sekolah
BAB
II
TEORI
Dr. Soepartono dalam bukunya, “Media Pembelajaran”
(2000:3) menyatakan bahwa media adalah kata jamak dari medium, berasal
dari bahasa Latin yang berarti perantara atau pengantar. Pengertian secara
harfiah ini selanjutnya menurunkan berbagai definisi media seirama dengan
perkembangan teknologi dalam pendidikan seperti yang dikatakan dosen Program D2
PGSD Pendidikan Jasmani (1991), Association
for Education and Communication Technology (AECT) mendefinisikan media
sebagai segala bentuk yang dipergunakan untuk memproses penyaluran informasi.
Sedang National Education Association (NEA)
mendefinisikan bahwa media adalah segala hal yang dapat dimanipulasi, dilihat,
didengar, dibaca atau dibicarakan beserta perantinya untuk kegiatan tersebut.
Media sering juga disebut sebagai perangkat lunak yang bukan saja memuat pesan
atau bahan ajar untuk disalurkan melalui alat tertentu tetapi juga dapat
merangsang pikiran, perasaan dan kemauan sehingga dapat mendorong terjadinya
proses belajar pada dirinya.
Kata media berasal dari bahasa latin dan merupakan bentuk
jamak dari kata medium yang secara harfiah berarti perantara atau pengantar.
Media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari
pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian,
dan minat serta perhatian siswa sedemikian rupa sehingga proses belajar terjadi
(Sadiman,2002:6)
Latuheru (1988:14), menyatakan bahwa media
pembelajaran adalah bahan, alat, atau teknik yang digunakan dalam kegiatan
belajar mengajar dengan maksud agar proses interaksi komunikasi edukasi antara
guru dan siswa dapat berlangsung secara tepat guna dan berdaya guna.
Berdasarkan definisi tersebut, media pembelajaran memiliki manfaat yang besar
dalam memudahkan siswa mempelajari materi pelajaran.
B. Pengertian Pembelajaran
Pembelajaran adalah berasal dari kata belajar. Sebelum kita
mengartikan apa itu pembelajaran, terlebih dahulu kita harus mengetahui apa
arti belajar.
Drs. Husdarta dan Drs. Yudha M. Saputra M.Ed menyatakan dalam bukunya “Belajar dan
Pembelajaran” (2000: 2) bahwa belajar itu dimaknai sebagai proses perubahan
tingkahlaku sebagai akibat adanya interaksi antara individu dengan
lingkungannya. Tingkahlaku itu menyangkut aspek pengetahuan, keterampilan, dan
sikap. Tingkahlaku dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu yang dapat diamati
dan yang tidak. Tingkahlaku yang dapat diamati disebut dengan behavioral performance, sedangkan
yang tidak dapat diamati disebut behavioral
tendency.
Muhibbin Syah M.Ed dalam bukunya “Psikologi Pendidikan
Dengan Pendekatan Baru” (1995:89) menyatakan bahwa belajar adalah kegiatan yang
berproses dan merupakan unsur yang sangat fundamental dalam setiap
penyelenggaraan jenis dan jenjang pendidikan. Ini berarti bahwa berhasil atau
gagalnya pencapaian tujuan pendidikan itu amat bergantung pada proses belajar
yang dialami siswa, baik ketika ia berada di sekolah maupun di lingkungan rumah
atau keluarganya sendiri. Beberapa pendapat dari para pakar tentang belajar
yang dikutip dari buku “Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru” (1995:90)
karangan Muhibbin Syah, M.Ed
adalah sebagai berikut :
Skinner, seperti yang dikutip Barlow (1985) dalam bukunya Educational Psychology :The
Teaching-Learning Proces, berpendapat bahwa belajar adalah suatu proses
adaptasi atau penyesuaian tingkahlaku yang berlangsung secara progesif.
Pendapat ini diungkapkan dalam pernyataan ringkasnya, bahwa belajar adalah. a process of progressive behavior adaptation.
Berdasarkan eksperimennya, B.F. Skinner percaya bahwa proses adaptasi tersebut
akan mendatangkan hasil yang optimal apabila ia diberi penguatan (reinforcer).
Skinner, seperti juga Pavlov dan Guthrie, adalah seorang pakar teori belajar berdasarkan proses conditioning yang pada
prinsipnya memperkuat dugaan bahwa timbulnya tingkah laku itu lantaran adanya
hubungan antara stimulus (rangsangan) dengan respons. Namun, patut dicatat
bahwa definisi yang bersifat behavioristik ini dibuat berdasarkan hasil
eksperimen dengan menggunakan hewan, sehingga tidak sedikit pakar yang
menentangnya.
Chaplin dalam Dictionary of Psychology membatasi belajar dengan dua macam
rumusan. Rumusan pertama berbunyi : . . . . acquisition of any relatively permanent change in behavior as a result
of practice and experience. Belajar adalah perolehan perubahan tingkah
laku yang relatif menetap sebagai akibat latihan dan pengalaman. Rumusan
keduanya Process of acquiring
responses as a result of special practice, belajar adalah proses
memperoleh respons–respons sebagai akibat adanya latihan khusus.
Hintzman dalam bukunya The Psychology of Learning and Memory berpendapat
Learning is a change in organism due
to experience which can affect the organism’s behavior. Artinya, belajar
adalah suatu perubahan yang terjadi dalam diri organisme (manusia atau hewan)
disebabkan oleh pengalaman yang dapat mempengaruhi tingkah laku organisme
tersebut. Jadi dalam pandangan Hintzman, perubahan yang ditimbulkan oleh
pengalaman tersebut baru dapat dikatakan belajar apabila mempengaruhi
organisme.
Dalam penjelasan lanjutannya, pakar psikologi belajar itu
menambahkan bahwa pengalaman pengalaman hidup sehari-hari dalam bentuk apapun
sangat memungkinkan untuk diartikan sebagai belajar. Sebab, sampai batas
tertentu pengalaman hidup juga berpengaruh besar terhadap pembentukan
kepribadian organisme yang bersangkutan. Mungkin, inilah dasar pemikiran yang
mengilhami gagasan everyday learning (belajar
sehari–hari) yang dipopulerkan oleh Prof. John B. Biggs.
Witting dalam bukunya Psychology
of Learning mendefinisikan belajar sebagai any relatively permanent change in an organism’s behavioral repertoire
that occurs as a result of experience. Belajar adalah perubahan yang
relatif menetap yang terjadi dalam segala macam/keseluruhan tingkahlaku suatu organisme
sebagai hasil pengalaman.
Bertolak dari berbagai definisi yang telah diutarakan tadi,
secara umum belajar dapat dipahami sebagai tahapan perubahan seluruh
tingkahlaku individu yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan
interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif. Sehubungan dengan
pengertian itu perlu diutarakan sekali lagi bahwa perubahan tingkahlaku yang
timbul akibat proses kematangan, keadaan gila, mabuk, lelah dan jenuh, tidak
dapat dipandang sebagai proses belajar.
Banyak sekali jenis media yang sudah dikenal dan digunakan
dalam penyampaian informasi dan pesan–pesan pembelajaran. Setiap jenis atau
bagian dapat pula dikelompokkan sesuai dengan karakteristik dan sifat–sifat
media tersebut. Sampai saat ini belum ada kesepakatan yang baku dalam
mengelompokkan media. Jadi banyak tenaga ahli mengelompokkan atau membuat
klasifikasi media akan tergantung dari sudut mana mereka memandang dan menilai
media tersebut.
BAB III
PEMBAHASAN
A.
Jenis
Jenis Media Pembelajaran
Penggolongan media pembelajaran menurut Gerlach dan Ely
yang dikutip oleh Rohani (1997 : 16) yaitu :
a. Media Visual :
grafik, diagram,
chart, bagan, poster, kartun, komik, foto, buku, ensiklopedia, majalah, surat
kabar, buku referensi dan barang hasil cetakan lain, gambar, ilustrasi,
kliping, film bingkai/slide, film rangkai (film stip), transparansi, mikrofis,
overhead proyektor, grafik, bagan, diagram.
b. Media Audial :
radio, tape recorder,
laboratorium bahasa, dan sejenisnya
c. Projected still media :
slide; over
head projektor (OHP), in focus dan sejenisnya
d. Projected motion media :
film,
televisi, video (VCD, DVD, VTR), komputer dan sejenisnya.
e. Benda –benda hidup, simulasi maupun
model.
B.
Fungsi Media Pembelajaran
a. Media pembelajaran dapat mengatasi
keterbatasan pengalaman yang dimiliki oleh para peserta didik. Pengalaman tiap
peserta didik berbeda-beda, tergantung dari faktor-faktor yang menentukan
kekayaan pengalaman anak, seperti ketersediaan buku, kesempatan melancong, dan
sebagainya. Media pembelajaran dapat mengatasi perbedaan tersebut. Jika peserta
didik tidak mungkin dibawa ke obyek langsung yang dipelajari, maka obyeknyalah
yang dibawa ke peserta didik. Obyek dimaksud bisa dalam bentuk nyata, miniatur,
model, maupun bentuk gambar –gambar yang dapat disajikan secara audio visual
dan audial.
b. Media pembelajaran dapat melampaui
batasan ruang kelas. Banyak hal yang tidak mungkin dialami secara
langsung di dalam kelas boleh para peserta didik tentang suatu obyek, yang
disebabkan, karena
-
obyek
terlalu besar;
-
obyek
terlalu kecil;
-
obyek
yang bergerak terlalu lambat;
-
obyek
yang bergerak terlalu cepat;
-
obyek
yang terlalu kompleks;
-
obyek
yang bunyinya terlalu halus;
-
obyek
mengandung berbahaya dan resiko tinggi.
c. Melalui penggunaan media yang tepat,
maka semua obyek itu dapat disajikan kepada peserta didik.
d. Media pembelajaran memungkinkan
adanya interaksi langsung antara peserta didik dengan lingkungannya.
e. Media menghasilkan keseragaman
pengamatan
f. Media dapat menanamkan konsep dasar
yang benar, konkrit, dan realistis.
g. Media membangkitkan keinginan dan
minat baru.
h. Media membangkitkan motivasi dan
merangsang anak untuk belajar.
i.
Media
memberikan pengalaman yang integral/menyeluruh dari yang konkrit sampai dengan
abstrak.
Selain itu media memiliki multi makna, baik dilihat secara
terbatas maupun secara luas. Munculnya berbagai macam definisi, disebabkan
adanya perbedaan dalam sudut pandang, maksud dan tujuannya adalah :
a.
Media
sebagai segala bentuk yang dimanfaatkan dalam proses penyaluran informasi.
b.
Media
sebagai segala benda yang yang dapat dimanipulasi, dilihat, didengar, dibaca,
atau dibincangkan beserta instrumen yang digunakan untuk kegiatan tersebut.
c.
Media
sebagai “komponen sumber belajar di lingkungan peserta didik yang dapat
merangsang untuk belajar”.
d.
Media
sebagai wahana fisik yang mengandung intruksional.
e.
Media
harus didukung sesuatu untuk mengkomunikasikan materi (pesan kurikuler) supaya
terjadi proses belajar mengajar.
f.
Media
sebagai suatu teknik untuk menyampaikan suatu pesan, dimana media sebagai
teknologi pembawa informasi/pesan intruksional.
g.
Bila
media dipandang secara luas/makro dalam sistem pendidikan, maka media adalah
segala sesuatu yang dapat merangsang terjadinya proses belajar pada diri
peserta didik.
Media pembelajaran sebagai alat bantu dalam proses belajar dan pembelajaran adalah suatu
kenyataan yang tidak bisa kita pungkiri keberadaannya. Karena memang gurulah
yang menghendaki untuk memudahkan tugasnya dalam menyampaikan pesan–pesan atau
materi pembelajaran kepada siswanya. Guru sadar bahwa tanpa bantuan media, maka
materi pembelajaran sukar untuk dicerna dan dipahami oleh siswa, terutama
materi pembelajaran yang rumit dan komplek.
Secara
umum manfaat media pembelajaran menurut Harjanto (1997 : 245) adalah:
a.
Memperjelas
penyajian pesan agar tidak terlalu verbalistis (tahu kata–katanya, tetapi tidak
tahu maksudnya)
b.
Mengatasi
keterbatasan ruang, waktu dan daya indera.
c.
Dengan
menggunakan media pembelajaran yang tepat dan bervariasi dapat diatasi sikap
pasif siswa.
d.
Dapat
menimbulkan persepsi yang sama terhadap suatu masalah.
e.
Selanjutnya
menurut Purnamawati dan Eldarni (2001 : 4) yaitu :
f.
Membuat
konkrit konsep yang abstrak, misalnya untuk menjelaskan peredaran darah.
g.
Membawa
obyek yang berbahaya atau sukar didapat di dalam lingkungan belajar.
h.
Manampilkan
obyek yang terlalu besar, misalnya pasar, candi.
i.
Menampilkan
obyek yang tidak dapat diamati dengan mata telanjang.
j.
Memperlihatkan
gerakan yang terlalu cepat.
k.
Memungkinkan
siswa dapat berinteraksi langsung dengan lingkungannya.
l.
Membangkitkan
motivasi belajar
m.
Memberi
kesan perhatian individu untuk seluruh anggota kelompok belajar.
n.
Menyajikan
informasi belajar secara konsisten dan dapat diulang maupun disimpan menurut
kebutuhan.
o.
Menyajikan
informasi belajar secara serempak (mengatasi waktu dan ruang)
p.
Mengontrol
arah maupun kecepatan belajar siswa.
Dengan menggunakan media atau alat bantu dalam pembelajaran
Pendidikan Jasmani di SLTP diyakini akan membantu proses pembelajaran yang
lebih efektif dan efisien. Mengapa? Karena dengan pemikiran secara logika untuk
mengajari jumlah siswa kurang lebih 30 orang tanpa menggunakan media atau alat
bantu, sangat kecil kemungkinannya semua siswanya dapat menangkap apa yang
diajarkan guru. Dari kenyataan yang diamati Penulis terhadap pembelajaran
Pendidikan Jasmani tanpa menggunakan media, kebanyakan siswanya komplain dan
sebagai dampaknya adalah siswa lebing senang bermain–main dan bahkan sama
sekali tidak ikut dalam proses pembelajaran.
Dr. Soepartono dalam bukunya “Media Pembelajaran” (2000: 14) menyatakan
bahwa penggunaan media atau alat bantu dalam proses pembelajaran sangat
bermanfaat bukan hanya untuk siswa saja melainkan bermanfaat juga bagi guru.
Kemp
dan Dayton (1985) dalam buku karangan Dr. Soepartono “Media
Pembelajaran (2000: 15) juga mengatakan bahwa media itu sangat bermanfaat dalam
proses pembelajaran, yaitu sebagai berikut:
1.
Penyampaian materi dapat
diseragamkan
2. Proses instruksional menjadi lebih
menarik
3. Proses belajar siswa menjadi lebih
interaktif
4. Jumlah waktu belajar mengajar dapat
dikurangi
5. Kualitas belajar siswa dapat
ditingkatkan
6. Proses belajar dapat terjadi dimana
saja dan kapan saja
7. Sikap positif siswa terhadap meteri
belajar maupun tehadap proses belajar itu sendiri dapat ditingkatkan
8.
Peran guru dapat berubah ke arah
yang lebih positif dan produktif.
Dalam pengadaan media atau alat bantu pembelajaran Pendidikan
Jasmani dapat dibuat dengan memanfaatkan bahan-bahan bekas masyarakat. contohnya
pengadaan media atau alat bantu pembelajaran tolak puluru dan renang.
1. Pengadaan
peluru
Peluru dapat dibuat dengan bahan–bahan sebagai berikut: bola
pelastik, pasir, semen, air, timbangan. Proses pembuatannya adalah semen,
pasir, dan air dicampur dan diaduk dengan merata sesuai dengan porsinya.
Setelah agak kering dan merata, dimasukkan ke dalam bola plastik berukuran
sedang kira – kira berdiametr 10 cm yang sudah dibuat lobang kecil dan diisi
penuh kemudian dikeringkan. Setelah kering, bola yang berisi campuran itu
ditimbang dan diujicobakan.
2. Pengadaan
pelampung
Pelampung adalah salah satu media
atau alat bantu yang dapat digunakan dalam pembelajaran teknik dasar renang.
Dalam hal ini pelampung dapat dibuat dengan menggunakan botol akua berukuran
sedang, benang pancing (nilon), lem setan, tali pelastik, yang dirancang dan
didesain sedemikian rupa.
BAB IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Pendidikan jasmani adalah proses pendidikan melalui
aktivitas jasmani, tujuan yang ingin dicapai bersifat menyeluruh mencakup
domain kognitif, afektif dan psikomotor. Dengan kata lain bahwa melalui
aktivitas jasmani anak diarahkan untuk belajar, sehingga terjadi perubahan
perilaku, tidak saja menyangkup fisikal, tetapi juga intelektual, emosional,
sosial dan moral. Untuk itu agar beberapa perubahan tercipta, maka guru
pendidikan jasmani lebih kreatif dalam menganalisis setiap bentuk pelayanan
pembalajaran.
Jadi, dari pembahasan di atas bahwa media atau alat bantu
itu sangat bermanfaat bagi keefektifan dan keefisienan proses pembelajaran
Pendidikan Jasmani dan juga bermanfaat bagi guru. Dalam pengadaannya juga tidak
terlalu sulit, hanya butuh kemauan dan kreatifitas dari guru.
Penggolongan media pembelajaran menurut Gerlach dan Ely
yang dikutip oleh Rohani (1997 : 16) yaitu :
1. Media Visual : grafik, diagram,
chart, bagan, poster, kartun, komik, foto, buku, ansiklopedia, majalah, surat
kabar, buku referensi dan barang hasil cetakan lain, gambar, ilustrasi,
kliping, film bingkai/slide, film rangkai (film stip), transparansi, mikrofis,
overhead proyektor, grafik, bagan, diagram.
2. Media Audial : radio, tape recorder,
laboratorium bahasa, dan sejenisnya
3. Projected still media : slide; over
head projektor (OHP), in focus dan sejenisnya
4. Projected motion media : film,
televisi, video (VCD, DVD, VTR), komputer dan sejenisnya.
5. Benda –benda hidup, simulasi maupun
model.
DAFTAR PUSTAKA
Anda sedang membaca artikel Media Pembelajaran Penjas. Terimakasih atas kunjungan serta kesediaan Anda membaca artikel ini.
Jika memang bermanfaat, Anda boleh menyebarluaskannya dan jangan lupa untuk menyertakan sumber link dibawah ini:
0 comments:
Posting Komentar