BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Terdapat beberapa faktor yang menjadi penghambat keberhasilan dalam proses
belajar mengajar. Kesulitan dalam belajar merupakan salah satu faktor
penghambat dalam tercapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Sebagai
guru sudah sepatutnya kita bisa menyadari dan bisa memecahkan permasalah yang
terjadi dalam proses pembelajaran tersebut.
Faktor-faktor psikologis yang berpengaruh
terhadap proses dan hasil belajar, jumlahnya banyak sekali, dan
masing-masingnya tidak dapat dibahas secara terpisah.
Perilaku individu, termasuk perilaku belajar,
merupakan totalitas penghayatan dan aktivitas yang lahir sebagai hasil akhir
saling pengaruh antara berbagai gejala, seperti perhatian, pengamatan, ingatan,
pikiran dan motif.
1.2
Rumusan Masalah
Adapun permasalah dalam penulisan makalah ini
adalah
1. Faktor
apa saja yang memperngaruhi proses belajar?
2. Apa
saja aspek-aspek psikologi dalam belajar?
3. Apa
saja teori-teori belajar psikologi?
4. Apa
yang dimaksud dengan kesulitan belajar?
5. Bagaimana
memberikan bimbingan dalam belajar?
BAB II
KAJIAN TEORI
2.1 Pengertian
Belajar
Menurut Winkel, belajar
adalah semua aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi
aktif dalam lingkungan, yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengelolaan
pemahaman.
Menurut Ernest R. Hilgard
dalam (Sumardi Suryabrata, 1984:252) belajar merupakan proses perbuatan yang
dilakukan dengan sengaja, yang kemudian menimbulkan perubahan, yang keadaannya
berbeda dari perubahan yang ditimbulkan oleh lainnya.
Sifat perubahannya relatif
permanen, tidak akan kembali kepada keadaan semula. Tidak bisa diterapkan pada
perubahan akibat situasi sesaat, seperti perubahan akibat kelelahan, sakit,
mabuk, dan sebagainya.
Sedangkan Pengertian
Belajar menurut Gagne dalam bukunya The Conditions of Learning 1977, belajar
merupakan sejenis perubahan yang diperlihatkan dalam perubahan tingkah laku,
yang keadaaannya berbeda dari sebelum individu berada dalam situasi belajar dan
sesudah melakukan tindakan yang serupa itu. Perubahan terjadi akibat adanya
suatu pengalaman atau latihan. Berbeda dengan perubahan serta-merta akibat
refleks atau perilaku yang bersifat naluriah.
Psikologi berasal dari kata dalam bahasa
Yunani Psychology yang merupakan gabungan dan kata psyche dan logos. Psyche berarti
jiwa dan logos berarti ilmu. Secara harafiah psikologi diartikan sebagal ilmu jiwa. Istilah psyche atau jiwa
masih sulit didefinisikan karena jiwa itu merupakan objek yang bersifat
abstrak, sulit dilihat wujudnya, meskipun tidak dapat dimungkiri keberadaannya.
Dalam beberapa dasawarsa ini istilah jiwa sudah jarang dipakai dan diganti
dengan istilah psikis.
Ada banyak ahli yang mengemukakan
pendapat tentang pengertian
psikologi, diantaranya:
1.
Pengertian Psikologi menurut
Ensiklopedi Nasional Indonesia Jilid 13 (1990), Psikologi adalah ilmu yang
mempelajari perilaku manusia dan binatang baik yang dapat dilihat secara
langsung maupun yang tidak dapat dilihat secara langsung.
2.
Pengertian Psikologi menurut Dakir (1993),
psikologi membahas tingkah laku manusia dalam hubungannya dengan lingkungannya.
3.
Pengertian Psikologi menurut Muhibbin
Syah (2001), psikologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku
terbuka dan tertutup pada manusia baik selaku individu maupun kelompok, dalam
hubungannya dengan lingkungan. Tingkah laku terbuka adalah tingkah laku yang
bersifat psikomotor yang meliputi perbuatan berbicara, duduk , berjalan dan
lain sebgainya, sedangkan tingkah laku tertutup meliputi berfikir,
berkeyakinan, berperasaan dan lain sebagainya.
4.
Dari beberapa definisi tersebut diatas dapat disimpulkan
bahwa pengertian
psikologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah
laku manusia, baik sebagai individu maupun dalam hubungannya dengan
lingkungannya. Tingkah laku tersebut berupa tingkah laku yang tampak maupun
tidak tampak, tingkah laku yang disadari maupun yang tidak disadari.
Dapat diketahui
bahwa pengertian psikologi merupakan ilmu tentang
tingkah laku. Pada hakekatnya tingkah laku manusia itu sangat luas, semua yang
dialami dan dilakukan manusia merupakan tingkah laku. Semenjak bangun tidur
sampai tidur kembali manusia dipenuhi oleh berbagai tingkah laku. Dengan
demikian objek ilmu psikologi sangat luas.
Karena luasnya objek yang dipelajari psikologi, maka
dalam perkembangannya ilmu
psikologi dikelompokkan dalam beberapa bidang, yaitu :
1.
Psikologi
Perkembangan, yaitu ilmu yang mempelajari tingkah laku yang terdapat pada
tiap-tiap tahap perkembangan manusia sepanjang rentang kehidupannya.
3.
Psikologi Sosial, ilmu yang mempelajari
tingkah laku manusia dalam berhubungan dengan masyarakat sekitarnya.
4.
Psikologi
Industri, ilmu yang mempelajari tingkah laku yang muncul dalam dunia
industri dan organisasi.
5.
Psikologi Klinis, ilmu yang
mempelajari tingkah laku manusia yang sehat dan tidak sehat, normal dan tidak
normal, dilihat dari aspek psikisnya.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Proses
Belajar
Secara
umum faktor-faktor yang memengaruhi hasil wajar dibedakan atas dua kategori, yaitu faktor
internal dan faktor eksternal. Kedua
faktor tersebut saling memengaruhi dalam proses belajar individu sehingga
menentukan kualitas hasil belajar.
3.1.1 Faktor
internal
Faktor
internal adalah faktor-faktor yang berasal dari dalam diri individu dan dapat
memengaruhi hasil belajar individu. Faktor-faktor internal ini meliputi faktor
fisiologis dan psikologis.
1) Faktor fisiologis
Faktor-faktor fisiologis
adalah faktor-faktor yang berhubungan dengan kondisi fisik individu.
Faktor-faktor ini dibedakan menjadi dua macam. Pertama, keadaan tonus jasmani.
Keadaan tonus jasmani pada umumnya sangat memengaruhi aktivitas belajar
seseorang. Kondisi fisik yang sehat dan bugar akan memberikan pengaruh positif
terha¬dap kegiatan belajar individu. Sebalikrtya, kondisi fisik yang lemah atau
sakit akan menghambat tercapainya hasil belajar yang maksimal. Oleh karena
keadaan tonus jasmani sangat memengaruhi proses belajar, maka perlu ada usaha
untuk menjaga kesehatan jasmani. Cara untuk menjaga kesehatan Jasmani antara lain
adalah: 1) menjaga pola makan yang sehat dengan memerhatikan nutrisi yang masuk
ke dalam tubuh, karena kekurangan gizi atau nutrisi akan mengakibatkan tubuh
cepat lelah, lesu, dan mengantuk, sehingga tidak ada gairah untuk belajar; 2)
rajin berolahraga agar tubuh selalu bugat dan sehat; 3) istirahat yang cukup
dan sehat.
Kedua,
keadaan fungsi jasmani/fisiologis. Selama proses belajar berlangsung, peran
fungsi fisiologi pada tubuh manusia sangat memengaruhi hasil belajar, terutama
pancaindra. Pancaindra yang berfungsi dengan baik akan mempermudah aktivitas
belajar dengan baik pula. Dalam proses belajar, pancaindra merupakan pintu
masuk bagi segala informasi yang diterima dan ditangkap oleh manusia, sehingga
manusia dapat mengenal dunia luar. Pancaindra yang memiliki peran besar dalam
aktivitas belajar adalah mata dan telinga. Oleh karena itu, baik guru maupun
siswa perlu menjaga pancaindra dengan baik, baik secara preventif maupun
yang,bersifat kuratif, dengan menyediakan sarana belajar yang memenuhi persyaratan,
memeriksakan kesehat¬an fungsi mata dan telinga secara periodik, mengonsumsi
makanan yang bergizi, dan lain sebagainya.
2) Faktor psikologis
Faktor-faktor
psikologis adalah keadaan psikologis seseorang yang dapat memengaruhi proses
belajar. Bebera¬pa faktor psikologis yang utama memengaruhi proses belajar
adalah kecerdasan siswa, motivasi, minat, sikap, dan bakat.
- Kecerdasan/inteligensi siswa
Pada umumnya kecerdasan
diartikan sebagai kemampu¬an psiko-fisik dalam mereaksi rangsangan atau menyesuaikan
diri dengan lingkungan melalui cara yang tepat. Dengan demikian, kecerdasan
bukan hanya berkaitan dengan kualitas otak saja, tetapi juga organ-organ tubuh
yang lain. Namun bila dikaitkan dengan kecerdasan, tentunya otak merupakan
organ yang penting dibandingkan organ yang lain, karena fungsi otak itu sendiri
sebagai pengendali tertinggi (executive control) dari hampir seluruh aktivitas
manusia.
Kecerdasan merupakan faktor
psikologis yang paling penting dalam proses belajar siswa, karena itu menenentukan
kualitas belajar siswa. Semakin tinggi tingkat inteli¬gensi seorang individu,
semakin besar peluang individu tersebut meraih sukses dalam belajar.
Sebaliknya, semakin rendah tingkat inteligensi individu, semakin sulit
indivi¬du itu mencapai kesuksesan belajar. Oleh karena itu, perlu bimbingan
belajar dari orang lain, seperti guru, orangtua, dan lain sebagainya. Sebagai
faktor psikologis yang penting dalam mencapai kesuksesan belajar, maka
pengetahuan dan pemahaman tentang kecerdasan perlu dimiliki oleh setiap calon
guru atau guru profesional, sehingga mereka dapat memahami tingkat kecerdasan
siswanya.
Pemahaman tentang tingkat
kecerdasan individu dapat diperoleh oleh orangtua dan guru atau pihak-pihak
yang berkepentingan melalui konsultasi dengan psikolog atau psikiater. Sehingga
dapat diketahui anak didik berada pada tingkat kecerdasan yang mana, amat
superior, superior, rata¬rata, atau mungkin lemah mental. Informasi tentang
taraf kecerdasan seseorang merupakan hal yang sangat berhar¬ga untuk memprediksi
kemampuan belajar seseorang. -Pemahaman terhadap tingkat kecerdasan peserta
didik akan membantu mengarahkan dan merencanakan bantuan yang akan diberikan
kepada siswa.
- Motivasi
Motivasi adalah salah satu
faktor yang memengaruhi keefektifan kegiatan belajar siswa. Motivasilah yang
mendo¬rong siswa inginn melakukan kegiatan belajar. Para ahli psikologi
mendefinisikan motivasi sebagai proses di dalam diri individu yang aktif,
mendorong, memberikan arah, dan menjaga perilaku setiap saat (Slavin, 1994). Motivasi
juga diartikan sebagai pengaruh kebutuhan-kebutuhan dan keinginan terhadap
intensitas dan arah perilaku seseorang. Dari sudut sumbernya, motivasi dibagi
menjadi dua, yairu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motiva¬si
intrinsik adalah semua faktor yang berasal dari dalam diri individu dan
memberikan dorongan untuk melakukan sesuatu. Seperti seorang siswa yang gemar
membaca, maka ia tidak perlu disuruh-suruh untuk membaca, karena memba¬ca tidak
hanya menjadi aktivitas kesenangannya, tapi bisa jadi juga telah menjadi
kebutuhannya. Dalam proses belajar, motivasi intrinsik memiliki pengaruh yang
lebih efektif, karena motivasi intrinsik relatif lebih lama dan tidak
tergan¬tung pada motivasi dari luar (ekstrinsik).
Menurut Arden N. Frandsen (Hayinah, 1992), yang termasuk dalam motivasi intrinsik untuk belajar antara lain adalah:
Menurut Arden N. Frandsen (Hayinah, 1992), yang termasuk dalam motivasi intrinsik untuk belajar antara lain adalah:
1.
Dorongan ingin tahu dan ingin menyelediki
dunia yang lebih luas;
2.
Adanya sifat positif dan kreatif yang ada
pada manusia dan keinginan untuk maju;
3.
Adanya keinginan untuk mencapai prestasi
sehingga mendapat dukungan dari orang-orang penting, misal¬kan orangtua,
saudara, guru, atau teman-teman, dan lain sebagainya;
4.
Adanya kebutuhan untuk menguasai ilmu atau
pengeta¬huan yang berguna bagi dirinya, dan lain-lain.
Motivasi
ekstrinsik adalah faktor yang datang dari luar diri individu tetapi memberi
pengaruh terhadap kemauan untuk belajar. Seperti pujian, peraturan, tata
tertib, reladan guru orangtua, dan lain sebagainya. Kurangnya respons dari
lingkungan secara positif akan memengaruhi semangat belajar seseorang menjadi
lemah.
- Minat
Secara sederhana, minat
(interest) berarti kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang
besar terhadap sesuatu. Menurut Reber (Syah, 2003), minat bukanlah istilah yang
populer dalam psikologi disebabkan ketergantungannya terhadap berbagai faktor
internal lainnya, seperti pemusatan perhatian, keingintahuan, motivasi, dan
kebutuhan.
Namun lepas
dari kepopulerannya, minat sama halnya dengan kecerdasan dan motivasi, karena
memberi penga¬ruh terhadap aktivitas belajar. Karena jika seseorang tidak
memiliki minat untuk belajar, ia akan tidak bersemangat atau bahkan tidak mau
belajar. Oleh karena itu, dalam konteks belajar di kelas, seorang guru atau
pendidik lainnya perlu membangkitkan minat siswa agar tertarik terhadap materi
pelajaran yang akan dipelajarinya.
Untuk
membangkitkan minat belajar siswa tersebut, banyak cara yang bisa digunakan.
Antara lain, pertama, dengan membuat materi yang akan dipelajari semenarik
mungkin dan tidak membosankan, baik dari bentuk buku materi, desain
pembelajaran yang membebaskan siswa untuk mengeksplor apa yang dipelajari,
melibatkan seluruh domain belajar siswa (kognitif, afektif, psikomotorik)
sehingga siswa menjadi aktif, maupun performansi guru yang menarik saat
mengajar. Kedua, pemilihan jurusan atau bidang studi. Dalam hal ini, alangkah
baiknya jika jurusan atau bidang studi dipilih sendiri oleh siswa sesuai dengan
minatnya.
- Sikap
Dalam
proses belajar, sikap individu dapat memeng¬aruhi keberhasilan proses
belajarnya. Sikap adalah gejala internal yang berdimensi afektif berupa
kecenderungan untuk mereaksi atau merespons dengan cara yang relatif tetap
terhadap objek, orang, peristiwa dan sebagainya, baik secara positif maupun
negatif (Syah, 2003). Sikap siswa dalam belajar dapat dipengaruhi oleh perasaan
senang atau tidak senang pada performan guru, pelajaran, atau lingkungan
sekitarnya. Dan untuk mengan tisipasi munculnya sikap yang negatif dalam
belajar, guru sebaiknya berusaha untuk menjadi guru yang profesional dan
bertanggung jawab terhadap profesi yang dipilihnya. Dengan profesionalitas,
seorang guru akan berusaha membe¬rikan yang terbaik bagi siswanya; berusaha
mengembangkan kepribadian sebagai seorang guru yang empatik, sabar, dan tulus
kepada muridnya; berusaha untuk menyajikan pelajar¬an yang diampunya dengan
baik dan menarik sehingga membuat siswa dapat mengikuti pelajaran dengan senang
dan tidak menjemukan; meyakinkan siswa bahwa bidang srudi yang dipelajari
bermanfaat bagi diri siswa.
- Bakat
Faktor psikologis lain yang
memengaruhi proses belajar adalah bakat. Secara umum, bakat (aptitude)
didefinisikan sebagai kemampuan potensial yang dimiliki seseorang untuk
mencapai keberhasilan pada masa yang akan datang (Syah, 2003). Berkaitan dengan
belajar, Slavin (1994) mendefinisi¬kan bakat sebagai kemampuan umum yang
dimiliki seorang siswa untuk belajar. Dengan demikian, bakat adalah kemam¬puan
seseorangyang menjadi salah satu komponen yang diperlukan dalam proses belajar
seseorang. Apabila bakat seseorang sesuai dengan bidang yang sedang
dipelajarinya, maka bakat itu akan mendukung proses belajarnya sehingga kernungkinan
besar ia akan berhasil.
Pada
dasarnya, setiap orang mempunyai bakat atau potensi untuk mencapai prestasi
belajar sesuai dengan kemampuannya masing-masing. Karena itu, bakat juga
diartikan sebagai kemampuan dasar individu untuk melakukan tugas tertentu tanpa
tergantung upaya pendidikan dan latihan. Individu yang telah memiliki bakat
tertentu, akan lebih mudah menyerap segala informasi yang berhubung¬an dengan
bakat yang dimilikinya. Misalnya, siswa yang berbakat di bidang bahasa akan
lebih mudah mempelajari bahasa-bahasa lain selain bahasanya sendiri.
3.1.2 Faktor-Faktor Eksogen/Eksternal
Selain karakteristik siswa
atau faktor-faktor endogen, faktor-faktor eksternal juga dapat memengaruhi
proses belajar siswa. Dalam hal ini, Syah (2003) menjelaskan bahwa faktor
faktor eksternal yang memengaruhi belajar dapat digolongkan menjadi dua
golongan, yaitu faktor lingkungan sosial dan faktor lingkungan nonsosial.
1) Lingkungan social
a.
Lingkungan sosial masyarakat. Kondisi
lingkungan masya¬rakat tempat tinggal siswa akan memengaruhi belajar siswa.
Lingkungan siswa yang kumuh, banyak pengang¬guran dan anak telantar juga dapat
memengaruhi aktivitas belajar siswa, paling tidak siswa kesulitan ketika
memer¬lukan teman belajar, diskusi, atau meminjam alat-alat belajar yang
kebetulan belum dimilikinya.
b.
Lingkungan sosial keluarga. Lingkungan ini
sangat memengaruhi kegiatan belajar. Ketegangan keluarga, sifat-sifat orangtua,
demografi keluarga (letak rumah), pengelolaan keluarga, semuanya dapat memberi
dampak terhadap aktivitas belajar siswa. Hubungan antara anggota keluarga,
orangtua, anak, kakak, atau adik yang harmonis akan membantu siswa melakukan
aktivitas belajar dengan baik.
c.
Lingkungan sosial sekolah, seperti guru,
administrasi, dan teman-teman sekelas dapat memengaruhi proses belajar seorang
siswa. Hubungan yang harmonis antara ketiganya dapat menjadi motivasi bagi
siswa untuk belajar lebih baik di sekolah. maka para pendidik, orangtua, dan
guru perlu memerhatikan dan memahami bakat yang dimili¬ki oleh anaknya atau
peserta didiknya, antara lain dengan mendukung, ikut mengembangkan, dan tidak
memaksa anak untuk memilih jurusan yang tidak sesuai dengan bakatnya.
2) Lingkungan nonsosial.
Faktor faktor yang termasuk lingkungan
nonsosial adalah:
a.
Lingkungan alamiah, seperti kondisi udara
yang segar, tidak panas dan tidak dingin, sinar yang tidak terlalu silau/kuat,
atau tidak terlalu lemah/gelap, suasana yang sejuk dan tenang. Lingkungan
alamiah tersebut merupa¬kan faktor-faktor yang dapat memengaruhi aktivitas
belajar siswa. Sebaliknya, bila kondisi lingkungan alam tidak mendukung, proses
belajar siswa akan terhambat.
b.
Faktor instrumental, yaitu perangkat belajar
yang dapat digolongkan dua macam. Pertama, hardware, seperti gedung sekolah,
alat-alat belajar, fasilitas belajar, lapang¬an olahragd dan lain sebagainya.
Kedua, software, seperti kurikulum sekolah, peraturan-peraturan sekolah, buku
panduan, silabi, dan lain sebagainya.
Faktor
materi pelajaran (yang diajarkan ke siswa). Faktor ini hendaknya disesuaikan
dengan usia perkembang¬an siswa, begitu juga dengan metode mengajar guru, disesuaikan
dengan kondisi perkembangan siswa. Karena itu, agar guru dapat memberikan
kontribusi yang positif terhadap aktivitas belajar siswa, maka guru harus
mengua¬sai materi pelajaran dan berbagai metode mengajar yang dapat diterapkan
sesuai dengan kondisi siswa.
3.2 Aspek-Aspek
Psikologis Dalam Belajar
3.2.1 Persepsi
Persepsi
merupakan suatu proses yang didahului oleh proses penginderaan yaitu merupakan
proses diterimanya stimulus oleh individu melalui alat indra, alat indra
tersebut merupakan penghubung antara individu dengan dunia luar .Proses
terjadinya stimulus mengenai alat indra merupakan proses.stimulus yang diterima
alat indra diteruskan oleh syaraf sensoris ke otak, proses ini yang disebut
sebagai proses Fisiologis. Kemudian terjadilah proses diotak sebagai pusat
kesadaran sehingga individu menyadari apa yang dilihat, didengar ataupun
diraba.hal inilah yang dilihat sebagai proses psikologis.dalam proses persepsi
perlu adanya perhatian sebagai langkah persiapan dalam persepsi itu.Hal ini dikarenakan
bukan hanya satu stimulus tetapi berbagai macam stimulus yang ditimbulkan oleh
keadaan disekitarnya namun tidak semua stimulus mendapatkan respons individu
untuk dipersepsi. Stimulus mana yang akan dipersepsi atau mendapatkan respons
dari individu tergantung pada perhatian individu yang bersangkutan .
3.2.2 Belajar
Belajar
adalah “ Learning is a process of progressive behavior adatation “ Belajar itu
merupakan suatu proses adaptasi prilaku yang bersipat progresif. Belajar adalah
“ Learning is a change in ferformance as a result of practice” Belajar membawa
perubahan dalam performance dan perubahan itu sebagai akibat dari
pelatihan. Pengertian latihan adalah usaha dari individu yang belajar. Belajar
merupakan kegiatan yang kompleks, hasil belajar berupah kapabilitas.setelah
belajar seseorang memiliki ketampilan,sikap,dan pengetahua.
Dari
beberapa pendapat para ahli tentang pengertian belajar akhirnya dapat
disimpulkan bahwa belajar adalah serangkaian kegiatan jiwaraga untuk memperoleh
suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam
interaksi dengan lingkungan yang ,menyangkut Kognitif,Afektif dan Psikomotor.
3.2.3 Faktor Psikologis Dalam Belajar
-
Minat
Adalah
suatu rasa lebih suka dan rasa ketertarikan pada suatu hal atau aktifitas tanpa
ada yang menyuruh.
-
Kecakapan
( IQ )
Seseorang
yang umumnya mudah belajar dan hasilnya pun cendrung baik ,sebaliknya orang
yang intlegensinya rendah cendrung mengalami kekurangan dalam belajar, lambat
berpikir sehinggah prestasi belajarpun rendah.
-
Bakat
Bakat
merupakan kemampuan bawaan yang merupakan potensi yang masih perlu dikembangkan
atau latihan.
-
Motivasi
Motivasi
adalah kondisipsikologis yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu.
-
Kemampuan
Kognitif
Didalam
dunia pendidikan ada tiga tujuan pendidikan: kognitif,afektif dan
fsikomotor.ranah kognitif merupakan kemampuan yang selalu dituntut kepada anak
didik untuk dikuasai, karena ini merupakan dasar bagi penguasaan ilmu
pengetahuan.
3.3 Teori
Belajar
3.3.1 Teori
Belajar Psikologi Behavioristik
Menurut Teori
Behavioristik, belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari adanya
interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu
apabila ia mampu menunjukkan perubahan tingkah laku. Dengan kata lain,
belajarmerupakan bentuk perubahan yang dialami siswa dalam hal kemampuannya
untuk bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi antara
stimulus dan respon. Para ahli psikologi dalam rumpun behaviorisme ingin meneliti
psikologi secara obyektif.
Menurut teori ini yang
terpenting adalah masukan atau input yang berupa stimulus(S) dan keluaran atau
output yang berupa respon (R). Sedangkan apa yang terjadi di antara stimulus
(s) dan respon (r) dianggap tidak penting diperhatikan karena tidak bisa
diamati. Faktor lain yang juga dianggap penting oleh aliran behavioristik
adalah faktor penguatan (reinforcement) penguatan adalah apa saja yang dapat
memperkuat timbulnya respon. Bila penguatan ditambahkan (positive
reinforcement) maka respon akan semakinkuat. Begitu juga bila penguatan
dikurangi (negative reinforcement) respon pun akan tetap dikuatkan.
Prinsip-prinsip teori
behaviorisme:
1. Obyek psikologi adalah tingkah laku
2. semua bentuk tingkah laku di kembalikan
pada reflek
3.
mementingkan pembentukan kebiasaan
3.3.2 Teori
Belajar Psikologi Kognitif
Psikologi kognitif adalah
kajian studi ilmiah mengenai proses-proses mental atau pikiran. Bagaimana
informasi diperoleh, dipresentasikan dan ditransfermasikan sebagai
pengetahuan.Psikologi kognitif juga disebut psikologi pemrosesan informasi.
Tingkah laku seseorang didasarkan pada tindakan mengenal/ memikirkan situasi dimana
tingkah laku itu terjadi.
Prinsip Dasar Psikologi Kognitif
1. Belajar aktif
2. Belajar lewat interaksi social
3. Belajar lewat pengalaman sendiri
Teori
psikologi kognitif berkembang dengan ditandai lahirnya teori Gestalt (Mex
Weitheimer) yang menyatakan bahwa pengalaman itu berstruktur yang terbentuk
dalam suatu keseluruhan. Konsep yang penting dalam teori ini INSIGHT, yaitu:
pengamatan atau pemahaman mendadak terhadap hubungan antara bagian-bagian di
dalam suatu situasi masalah.
3.3.3
Teori Belajar Psikologi Humanistik.
Teori humanistik merupakan
salah satu aliran dalam psikologi yang muncul pada tahun 1950-an, dengan akar
pemikiran dari kalangan eksistensialisme yang berkembang pada abadpertengahan.
Pada akhir tahun 1950-an, para ahli psikologi, seperti :AbrahamMaslow, Carl
Rogers dan Clark Moustakas mendirikan sebuah asosiasi profesional yang berupaya
mengkaji secara khusus tentang berbagai keunikan manusia, seperti tentang :
self (diri), aktualisasi diri, kesehatan, harapan, cinta, kreativitas, hakikat,
individualitas dan sejenisnya.
Kehadiran psikologi
humanistik muncul sebagai reaksi atas aliran psikoanalisis dan behaviorisme
serta dipandang sebagai “kekuatan ketiga “ dalam aliran psikologi.
Dalam mengembangkan teorinya,
psikologi humanistik sangat memperhatikan tentang dimensi manusia dalam
berhubungan dengan lingkungannya secara manusiawi dengan menitik-beratkan pada
kebebasan individu untuk mengungkapkan pendapat dan menentukan pilihannya,
nilai-nilai, tanggung jawab personal, otonomi, tujuan dan pemaknaan. Dalam hal
ini, James Bugental (1964) mengemukakan tentang 5 (lima) dalil utama dari
psikologi humanistik, yaitu:
1.
Keberadaan manusia tidak dapat direduksi ke
dalam komponen-komponen,
2.
Manusia memiliki keunikan tersendiri dalam
berhubungan dengan manusia lainnya,
3.
Manusia memiliki kesadaran akan dirinya dalam
mengadakan hubungan dengan orang lain,
4.
Manusia memiliki pilihan-pilihan dan dapat
bertanggung jawab atas pilihan-pilihanya, dan
5.
Manusia memiliki kesadaran dan sengaja untuk
mencari makna, nilai dan kreativitas.
Sebaliknya, psikologi
humanistik pun mendapat kritikan bahwa teori-teorinya tidak mungkin dapat
memfalsifikasi dan kurang memiliki kekuatan prediktif sehingga dianggap bukan
sebagai suatu ilmu (Popper, 1969, Chalmers, 1999).
Hasil pemikiran dari
psikologi humanistik banyak dimanfaatkan untuk kepentingan konseling dan
terapi, salah satunya yang sangat populer adalah dari Carl Rogers dengan
client-centered therapy, yang memfokuskan pada kapasitas klien untuk dapat
mengarahkan diri dan memahami perkembangan dirinya, serta menekankan pentingnya
sikap tulus, saling menghargai dan tanpa prasangka dalam membantuindividu
mengatasi masalah-masalah kehidupannya. Rogers menyakini bahwa klien sebenarnya
memiliki jawaban atas permasalahan yang dihadapinya dan tugas konselor hanya
membimbing klien menemukan jawaban yang benar. Menurut Rogers, teknik-teknik
asesmen dan pendapat para konselor bukanlah hal yang penting dalam melakukan
treatment atau pemberian bantuan kepada klien.
Selain
memberikan sumbangannya terhadap konseling dan terapi, psikologi humanistik
juga memberikan sumbangannya bagi pendidikan alternatif yang dikenal dengan
sebutan pendidikan humanistik (humanistic education). Pendidikan humanistik
berusaha mengembangkan individu secara keseluruhan melalui pembelajaran nyata.
Pengembangan aspek emosional, sosial, mental, dan keterampilan dalam berkarier
menjadi fokus dalam model pendidikan humanistik ini.
3.4 Kesulitan
Belajar
Kesulitan belajar siswa
mencakup pengetian yang luas, diantaranya : (a) learning disorder; (b) learning
disfunction; (c) underachiever; (d) slow learner, dan (e) learning
diasbilities. Di bawah ini akan diuraikan dari masing-masing pengertian
tersebut.
1.
Learning Disorder atau kekacauan belajar
adalah keadaan dimana proses belajar seseorang terganggu karena timbulnya
respons yang bertentangan. Pada dasarnya, yang mengalami kekacauan belajar,
potensi dasarnya tidak dirugikan, akan tetapi belajarnya terganggu atau
terhambat oleh adanya respons-respons yang bertentangan, sehingga hasil belajar
yang dicapainya lebih rendah dari potensi yang dimilikinya. Contoh : siswa yang
sudah terbiasa dengan olah raga keras seperti karate, tinju dan sejenisnya,
mungkin akan mengalami kesulitan dalam belajar menari yang menuntut gerakan
lemah-gemulai.
2.
Learning Disfunction merupakan gejala dimana
proses belajar yang dilakukan siswa tidak berfungsi dengan baik, meskipun
sebenarnya siswa tersebut tidak menunjukkan adanya subnormalitas mental,
gangguan alat dria, atau gangguan psikologis lainnya. Contoh : siswa yang yang
memiliki postur tubuh yang tinggi atletis dan sangat cocok menjadi atlet bola
volley, namun karena tidak pernah dilatih bermain bola volley, maka dia tidak
dapat menguasai permainan volley dengan baik.
3.
Under Achiever mengacu kepada siswa yang
sesungguhnya memiliki tingkat potensi intelektual yang tergolong di atas
normal, tetapi prestasi belajarnya tergolong rendah. Contoh : siswa yang telah
dites kecerdasannya dan menunjukkan tingkat kecerdasan tergolong sangat unggul
(IQ = 130 – 140), namun prestasi belajarnya biasa-biasa saja atau malah sangat
rendah
4.
Slow
Learner atau lambat belajar adalah siswa yang lambat dalam proses belajar,
sehingga ia membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan sekelompok siswa
lain yang memiliki taraf potensi intelektual yang sama.
5.
Learning Disabilities atau ketidakmampuan
belajar mengacu pada gejala dimana siswa tidak mampu belajar atau menghindari
belajar, sehingga hasil belajar di bawah potensi intelektualnya.
Siswa yang mengalami kesulitan belajar
seperti tergolong dalam pengertian di atas akan tampak dari berbagai gejala
yang dimanifestasikan dalam perilakunya, baik aspek psikomotorik, kognitif,
konatif maupun afektif . Beberapa perilaku yang merupakan manifestasi gejala
kesulitan belajar, antara lain :
1.
Menunjukkan hasil belajar yang rendah di
bawah rata-rata nilai yang dicapai oleh kelompoknya atau di bawah potensi yang
dimilikinya.
2.
Hasil yang dicapai tidak seimbang dengan
usaha yang telah dilakukan. Mungkin ada siswa yang sudah berusaha giat belajar,
tapi nilai yang diperolehnya selalu rendah
3.
Lambat dalam melakukan tugas-tugas kegiatan
belajarnya dan selalu tertinggal dari kawan-kawannya dari waktu yang
disediakan.
4.
Menunjukkan sikap-sikap yang tidak wajar,
seperti: acuh tak acuh, menentang, berpura-pura, dusta dan sebagainya.
5.
Menunjukkan perilaku yang berkelainan,
seperti membolos, datang terlambat, tidak mengerjakan pekerjaan rumah,
mengganggu di dalam atau pun di luar kelas, tidak mau mencatat pelajaran, tidak
teratur dalam kegiatan belajar, dan sebagainya.
6.
Menunjukkan gejala emosional yang kurang
wajar, seperti : pemurung, mudah tersinggung, pemarah, tidak atau kurang
gembira dalam menghadapi situasi tertentu. Misalnya dalam menghadapi nilai
rendah, tidak menunjukkan perasaan sedih atau menyesal, dan sebagainya.
7.
Sementara itu, Burton (Abin Syamsuddin. 2003)
mengidentifikasi siswa yang diduga mengalami kesulitan belajar, yang
ditunjukkan oleh adanya kegagalan siswa dalam mencapai tujuan-tujuan belajar.
Menurut dia bahwa siswa dikatakan gagal dalam belajar apabila :
8.
Dalam batas waktu tertentu yang bersangkutan
tidak mencapai ukuran tingkat keberhasilan atau tingkat penguasaan materi
(mastery level) minimal dalam pelajaran tertentu yang telah ditetapkan oleh
guru (criterion reference).
9.
Tidak dapat mengerjakan atau mencapai
prestasi semestinya, dilihat berdasarkan ukuran tingkat kemampuan, bakat, atau
kecerdasan yang dimilikinya. Siswa ini dapat digolongkan ke dalam under
achiever.
10.
Tidak berhasil tingkat penguasaan materi
(mastery level) yang diperlukan sebagai prasyarat bagi kelanjutan tingkat
pelajaran berikutnya. Siswa ini dapat digolongkan ke dalam slow learner atau
belum matang (immature), sehingga harus menjadi pengulang (repeater)
Untuk
dapat menetapkan gejala kesulitan belajar dan menandai siswa yang mengalami
kesulitan belajar, maka diperlukan kriteria sebagai batas atau patokan,
sehingga dengan kriteria ini dapat ditetapkan batas dimana siswa dapat
diperkirakan mengalami kesulitan belajar. Terdapat empat ukuran dapat
menentukan kegagalan atau kemajuan belajar siswa: (1) tujuan pendidikan; (2)
kedudukan dalam kelompok; (3) tingkat pencapaian hasil belajar dibandinngkan
dengan potensi; dan (4) kepribadian.
3.5 Bimbingan Belajar
Bimbingan belajar merupakan
upaya guru untuk membantu siswa yang mengalami kesulitan dalam belajarnya.
Secara umum, prosedur bimbingan belajar dapat ditempuh melalui langkah-langkah
sebagai berikut:
1. Identifikasi kasus
Identifikasi kasus
merupakan upaya untuk menemukan siswa yang diduga memerlukan layanan bimbingan
belajar. Robinson dalam Abin Syamsuddin Makmun (2003) memberikan beberapa
pendekatan yang dapat dilakukan untuk mendeteksi siswa yang diduga mebutuhkan
layanan bimbingan belajar, yakni :
Call them approach; melakukan wawancara dengan memanggil semua siswa secara bergiliran sehingga dengan cara ini akan dapat ditemukan siswa yang benar-benar membutuhkan layanan bimbingan.
Call them approach; melakukan wawancara dengan memanggil semua siswa secara bergiliran sehingga dengan cara ini akan dapat ditemukan siswa yang benar-benar membutuhkan layanan bimbingan.
Maintain good relationship; menciptakan
hubungan yang baik, penuh keakraban sehingga tidak terjadi jurang pemisah
antara guru dengan siswa. Hal ini dapat dilaksanakan melalui berbagai cara yang
tidak hanya terbatas pada hubungan kegiatan belajar mengajar saja, misalnya
melalui kegiatan ekstra kurikuler, rekreasi dan situasi-situasi informal
lainnya.
Developing a desire for counseling;
menciptakan suasana yang menimbulkan ke arah penyadaran siswa akan masalah yang
dihadapinya. Misalnya dengan cara mendiskusikan dengan siswa yang bersangkutan
tentang hasil dari suatu tes, seperti tes inteligensi, tes bakat, dan hasil pengukuran
lainnya untuk dianalisis bersama serta diupayakan berbagai tindak lanjutnya.
Melakukan analisis terhadap hasil belajar
siswa, dengan cara ini bisa diketahui tingkat dan jenis kesulitan atau
kegagalan belajar yang dihadapi siswa. Melakukan analisis sosiometris, dengan
cara ini dapat ditemukan siswa yang diduga mengalami kesulitan penyesuaian social
2. Identifikasi Masalah
Langkah ini merupakan upaya
untuk memahami jenis, karakteristik kesulitan atau masalah yang dihadapi siswa.
Dalam konteks Proses Belajar Mengajar, permasalahan siswa dapat berkenaan
dengan aspek : (a) substansial – material; (b) struktural – fungsional; (c)
behavioral; dan atau (d) personality. Untuk mengidentifikasi masalah siswa,
Prayitno dkk. telah mengembangkan suatu instrumen untuk melacak masalah siswa,
dengan apa yang disebut Alat Ungkap Masalah (AUM). Instrumen ini sangat
membantu untuk mendeteksi lokasi kesulitan yang dihadapi siswa, seputar aspek :
(a) jasmani dan kesehatan; (b) diri pribadi; (c) hubungan sosial; (d) ekonomi
dan keuangan; (e) karier dan pekerjaan; (f) pendidikan dan pelajaran; (g)
agama, nilai dan moral; (h) hubungan muda-mudi; (i) keadaan dan hubungan
keluarga; dan (j) waktu senggang.
3. Diagnosis
Diagnosis merupakan upaya
untuk menemukan faktor-faktor penyebab atau yang melatarbelakangi timbulnya
masalah siswa. Dalam konteks Proses Belajar Mengajar faktor-faktor yang
penyebab kegagalan belajar siswa, bisa dilihat dari segi input, proses, ataupun
out put belajarnya. W.H. Burton membagi ke dalam dua bagian faktor – faktor
yang mungkin dapat menimbulkan kesulitan atau kegagalan belajar siswa, yaitu :
(a) faktor internal; faktor yang besumber dari dalam diri siswa itu sendiri,
seperti : kondisi jasmani dan kesehatan, kecerdasan, bakat, kepribadian, emosi,
sikap serta kondisi-kondisi psikis lainnya; dan (b) faktor eksternal, seperti :
lingkungan rumah, lingkungan sekolah termasuk didalamnya faktor guru dan
lingkungan sosial dan sejenisnya.
4. Prognosis
Langkah ini untuk
memperkirakan apakah masalah yang dialami siswa masih mungkin untuk diatasi
serta menentukan berbagai alternatif pemecahannya, Hal ini dilakukan dengan
cara mengintegrasikan dan menginterpretasikan hasil-hasil langkah kedua dan
ketiga. Proses mengambil keputusan pada tahap ini seyogyanya terlebih dahulu
dilaksanakan konferensi kasus, dengan melibatkan pihak-pihak yang kompeten
untuk diminta bekerja sama menangani kasus – kasus yang dihadapi.
5. Remedial atau referal (Alih Tangan Kasus)
Jika jenis dan sifat serta
sumber permasalahannya masih berkaitan dengan sistem pembelajaran dan masih
masih berada dalam kesanggupan dan kemampuan guru atau guru pembimbing,
pemberian bantuan bimbingan dapat dilakukan oleh guru atau guru pembimbing itu
sendiri. Namun, jika permasalahannya menyangkut aspek-aspek kepribadian yang
lebih mendalam dan lebih luas maka selayaknya tugas guru atau guru pembimbing
sebatas hanya membuat rekomendasi kepada ahli yang lebih kompeten.
6. Evaluasi dan Follow Up
Cara manapun yang ditempuh,
evaluasi atas usaha pemecahan masalah seyogyanya dilakukan evaluasi dan tindak
lanjut, untuk melihat seberapa pengaruh tindakan bantuan (treatment) yang telah
diberikan terhadap pemecahan masalah yang dihadapi siswa.
Berkenaan dengan evaluasi bimbingan,
Depdiknas telah memberikan kriteria-kriteria keberhasilan layanan bimbingan
belajar, yaitu :
-
Berkembangnya pemahaman baru yang diperoleh
siswa berkaitan dengan masalah yang dibahas;
-
Perasaan positif sebagai dampak dari proses
dan materi yang dibawakan melalui layanan, dan
-
Rencana kegiatan yang akan dilaksanakan oleh
siswa sesudah pelaksanaan layanan dalam rangka mewujudkan upaya lebih lanjut
pengentasan masalah yang dialaminya.
-
Sementara itu, Robinson dalam Abin Syamsuddin
Makmun (2003) mengemukakan beberapa kriteria dari keberhasilan dan efektivitas
layanan yang telah diberikan, yaitu apabila:
-
Siswa telah menyadari (to be aware of) atas
adanya masalah yang dihadapi.
-
Siswa
telah memahami (self insight) permasalahan yang dihadapi.
-
Siswa telah
mulai menunjukkan kesediaan untuk menerima kenyataan diri dan masalahnya secara
obyektif (self acceptance).
-
Siswa
telah menurun ketegangan emosinya (emotion stress release).
-
Siswa
telah menurun penentangan terhadap lingkungannya.
BAB IV
KESIMPULAN
Secara umum faktor-faktor
yang memengaruhi hasil wajar
dibedakan atas dua kategori, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Kedua faktor tersebut saling memengaruhi
dalam proses
belajar individu sehingga menentukan kualitas
hasil belajar.
Faktor Psikologis Dalam Belajar adalah sebagai berikut:
-
Minat
adalah suatu rasa lebih suka dan rasa ketertarikan pada suatu hal atau
aktifitas tanpa ada yang menyuruh.
-
Kecakapan
( IQ ). Seseorang yang umumnya mudah belajar dan hasilnya pun cendrung baik ,sebaliknya
orang yang intlegensinya rendah cendrung mengalami kekurangan dalam belajar,
lambat berpikir sehinggah prestasi belajarpun rendah.
-
Bakat
merupakan kemampuan bawaan yang merupakan potensi yang masih perlu dikembangkan
atau latihan.
-
Motivasi
adalah kondisipsikologis yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu.
-
Kemampuan
Kognitif. Didalam dunia pendidikan ada tiga tujuan pendidikan: kognitif,afektif
dan fsikomotor.ranah kognitif merupakan kemampuan yang selalu dituntut kepada
anak didik untuk dikuasai, karena ini merupakan dasar bagi penguasaan ilmu
pengetahuan.
DAFTAR PUSTAKA
Anda sedang membaca artikel Makalah Faktor-Faktor Psikologi dalam Pembelajaran. Terimakasih atas kunjungan serta kesediaan Anda membaca artikel ini.
Jika memang bermanfaat, Anda boleh menyebarluaskannya dan jangan lupa untuk menyertakan sumber link dibawah ini:
0 comments:
Posting Komentar