BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Terdapat beberapa faktor yang
menjadi penghambat keberhasilan dalam proses belajar mengajar. Kesulitan dalam
belajar merupakan salah satu faktor penghambat dalam tercapai tujuan
pembelajaran yang telah ditetapkan. Sebagai guru sudah sepatutnya kita bisa
menyadari dan bisa memecahkan permasalah yang terjadi dalam proses pembelajaran
tersebut.
Faktor-faktor psikologis yang berpengaruh terhadap proses dan
hasil belajar, jumlahnya banyak sekali, dan masing-masingnya tidak dapat
dibahas secara terpisah.
Perilaku individu, termasuk perilaku belajar,
merupakan totalitas penghayatan dan aktivitas yang lahir sebagai hasil akhir
saling pengaruh antara berbagai gejala, seperti perhatian, pengamatan, ingatan,
pikiran dan motif.
1.2
Rumusan Masalah
Adapun
permasalah dalam penulisan makalah ini adalah
1. Apa
saja aspek-aspek psikologi dalam belajar?
2. Faktor
apa saja yang mempengaruhi proses belajar?
3. Apa
yang dimaksud dengan kesulitan belajar?
4.
Bagaimana memberikan bimbingan dalam belajar?
BAB II
KAJIAN TEORI
2.1 Pengertian
Belajar
Menurut
Winkel, belajar adalah semua aktivitas mental atau psikis yang berlangsung
dalam interaksi aktif dalam lingkungan, yang menghasilkan perubahan-perubahan
dalam pengelolaan pemahaman.
Menurut
Ernest R. Hilgard dalam (Sumardi Suryabrata, 1984:252) belajar merupakan proses
perbuatan yang dilakukan dengan sengaja, yang kemudian menimbulkan perubahan,
yang keadaannya berbeda dari perubahan yang ditimbulkan oleh lainnya.
Sifat
perubahannya relatif permanen, tidak akan kembali kepada keadaan semula. Tidak
bisa diterapkan pada perubahan akibat situasi sesaat, seperti perubahan akibat
kelelahan, sakit, mabuk, dan sebagainya.
Sedangkan
Pengertian Belajar menurut Gagne dalam bukunya The Conditions of Learning 1977,
belajar merupakan sejenis perubahan yang diperlihatkan dalam perubahan tingkah
laku, yang keadaaannya berbeda dari sebelum individu berada dalam situasi
belajar dan sesudah melakukan tindakan yang serupa itu. Perubahan terjadi
akibat adanya suatu pengalaman atau latihan. Berbeda dengan perubahan
serta-merta akibat refleks atau perilaku yang bersifat naluriah.
2.2 Pengertian
Psikologi
Psikologi berasal dari kata
dalam bahasa Yunani Psychology yang merupakan gabungan dan
kata psyche dan logos. Psyche berarti
jiwa dan logos berarti ilmu. Secara harafiah psikologi diartikan sebagal ilmu jiwa. Istilah psyche atau
jiwa masih sulit didefinisikan karena jiwa itu merupakan objek yang bersifat
abstrak, sulit dilihat wujudnya, meskipun tidak dapat dimungkiri keberadaannya.
Dalam beberapa dasawarsa ini istilah jiwa sudah jarang dipakai dan diganti
dengan istilah psikis.
Ada banyak ahli yang
mengemukakan pendapat tentang pengertian
psikologi, diantaranya:
1.
Pengertian Psikologi menurut
Ensiklopedi Nasional Indonesia Jilid 13 (1990), Psikologi adalah ilmu yang
mempelajari perilaku manusia dan binatang baik yang dapat dilihat secara
langsung maupun yang tidak dapat dilihat secara langsung.
2.
Pengertian Psikologi menurut Dakir (1993),
psikologi membahas tingkah laku manusia dalam hubungannya dengan lingkungannya.
3.
Pengertian Psikologi menurut Muhibbin
Syah (2001), psikologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku
terbuka dan tertutup pada manusia baik selaku individu maupun kelompok, dalam
hubungannya dengan lingkungan. Tingkah laku terbuka adalah tingkah laku yang
bersifat psikomotor yang meliputi perbuatan berbicara, duduk , berjalan dan
lain sebgainya, sedangkan tingkah laku tertutup meliputi berfikir,
berkeyakinan, berperasaan dan lain sebagainya.
4.
Dari beberapa definisi tersebut diatas dapat
disimpulkan bahwa pengertian psikologi adalah ilmu
pengetahuan yang mempelajari tingkah laku manusia, baik sebagai individu maupun
dalam hubungannya dengan lingkungannya. Tingkah laku tersebut berupa
tingkah laku yang tampak maupun tidak tampak, tingkah laku yang disadari maupun
yang tidak disadari.
Dapat diketahui
bahwa pengertian psikologi merupakan ilmu tentang
tingkah laku. Pada hakekatnya tingkah laku manusia itu sangat luas, semua yang dialami
dan dilakukan manusia merupakan tingkah laku. Semenjak bangun tidur sampai
tidur kembali manusia dipenuhi oleh berbagai tingkah laku. Dengan
demikian objek
ilmu psikologi sangat luas. Karena luasnya objek yang dipelajari psikologi, maka
dalam perkembangannya ilmu psikologi dikelompokkan
dalam beberapa bidang, yaitu :
1.
Psikologi
Perkembangan, yaitu ilmu yang mempelajari tingkah laku yang
terdapat pada tiap-tiap tahap perkembangan manusia sepanjang rentang kehidupannya.
2.
Psikologi
Pendidikan, yaitu ilmu yang mempelajari tingkah laku
manusia dalam situasi pendidikan.
3.
Psikologi Sosial, ilmu yang mempelajari
tingkah laku manusia dalam berhubungan dengan masyarakat sekitarnya.
4.
Psikologi
Industri, ilmu yang mempelajari tingkah laku yang muncul
dalam dunia industri dan organisasi.
5.
Psikologi Klinis, ilmu yang
mempelajari tingkah laku manusia yang sehat dan tidak sehat, normal dan tidak
normal, dilihat dari aspek psikisnya.
2.3 Teori
Belajar
2.3.1 Teori
Belajar Psikologi Behavioristik
Menurut
Teori Behavioristik, belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari
adanya interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah belajar
sesuatu apabila ia mampu menunjukkan perubahan tingkah laku. Dengan kata lain,
belajarmerupakan bentuk perubahan yang dialami siswa dalam hal kemampuannya
untuk bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi antara
stimulus dan respon. Para ahli psikologi dalam rumpun behaviorisme ingin meneliti
psikologi secara obyektif.
Menurut
teori ini yang terpenting adalah masukan atau input yang berupa stimulus(S) dan
keluaran atau output yang berupa respon (R). Sedangkan apa yang terjadi di
antara stimulus (s) dan respon (r) dianggap tidak penting diperhatikan karena
tidak bisa diamati. Faktor lain yang juga dianggap penting oleh aliran
behavioristik adalah faktor penguatan (reinforcement) penguatan adalah apa saja
yang dapat memperkuat timbulnya respon. Bila penguatan ditambahkan (positive
reinforcement) maka respon akan semakinkuat. Begitu juga bila penguatan
dikurangi (negative reinforcement) respon pun akan tetap dikuatkan.
Prinsip-prinsip
teori behaviorisme:
1. Obyek psikologi adalah tingkah laku
2. semua bentuk tingkah laku di kembalikan
pada reflek
3.
mementingkan pembentukan kebiasaan
2.3.2 Teori
Belajar Psikologi Kognitif
Psikologi
kognitif adalah kajian studi ilmiah mengenai proses-proses mental atau pikiran.
Bagaimana informasi diperoleh, dipresentasikan dan ditransfermasikan sebagai
pengetahuan.Psikologi kognitif juga disebut psikologi pemrosesan informasi.
Tingkah laku seseorang didasarkan pada tindakan mengenal/ memikirkan situasi dimana
tingkah laku itu terjadi.
Prinsip Dasar Psikologi Kognitif
1. Belajar aktif
2. Belajar lewat interaksi social
3. Belajar lewat pengalaman sendiri
Teori psikologi kognitif berkembang dengan ditandai
lahirnya teori Gestalt (Mex Weitheimer) yang menyatakan bahwa pengalaman itu
berstruktur yang terbentuk dalam suatu keseluruhan. Konsep yang penting dalam
teori ini INSIGHT, yaitu: pengamatan atau pemahaman mendadak terhadap hubungan
antara bagian-bagian di dalam suatu situasi masalah.
2.3.3
Teori Belajar Psikologi Humanistik.
Teori
humanistik merupakan salah satu aliran dalam psikologi yang muncul pada tahun
1950-an, dengan akar pemikiran dari kalangan eksistensialisme yang berkembang
pada abadpertengahan. Pada akhir tahun 1950-an, para ahli psikologi, seperti
:AbrahamMaslow, Carl Rogers dan Clark Moustakas mendirikan sebuah asosiasi
profesional yang berupaya mengkaji secara khusus tentang berbagai keunikan
manusia, seperti tentang : self (diri), aktualisasi diri, kesehatan, harapan,
cinta, kreativitas, hakikat, individualitas dan sejenisnya.
Kehadiran
psikologi humanistik muncul sebagai reaksi atas aliran psikoanalisis dan
behaviorisme serta dipandang sebagai “kekuatan ketiga “ dalam aliran
psikologi.
Dalam
mengembangkan teorinya, psikologi humanistik sangat memperhatikan tentang
dimensi manusia dalam berhubungan dengan lingkungannya secara manusiawi dengan
menitik-beratkan pada kebebasan individu untuk mengungkapkan pendapat dan
menentukan pilihannya, nilai-nilai, tanggung jawab personal, otonomi, tujuan
dan pemaknaan. Dalam hal ini, James Bugental (1964) mengemukakan tentang 5
(lima) dalil utama dari psikologi humanistik, yaitu:
1.
Keberadaan manusia tidak dapat
direduksi ke dalam komponen-komponen,
2.
Manusia memiliki keunikan
tersendiri dalam berhubungan dengan manusia lainnya,
3.
Manusia memiliki kesadaran
akan dirinya dalam mengadakan hubungan dengan orang lain,
4.
Manusia memiliki
pilihan-pilihan dan dapat bertanggung jawab atas pilihan-pilihanya, dan
5.
Manusia memiliki kesadaran
dan sengaja untuk mencari makna, nilai dan kreativitas.
Sebaliknya,
psikologi humanistik pun mendapat kritikan bahwa teori-teorinya tidak mungkin
dapat memfalsifikasi dan kurang memiliki kekuatan prediktif sehingga dianggap
bukan sebagai suatu ilmu (Popper, 1969, Chalmers, 1999).
Hasil
pemikiran dari psikologi humanistik banyak dimanfaatkan untuk kepentingan
konseling dan terapi, salah satunya yang sangat populer adalah dari Carl Rogers
dengan client-centered therapy, yang memfokuskan pada kapasitas klien untuk
dapat mengarahkan diri dan memahami perkembangan dirinya, serta menekankan
pentingnya sikap tulus, saling menghargai dan tanpa prasangka dalam
membantuindividu mengatasi masalah-masalah kehidupannya. Rogers menyakini bahwa
klien sebenarnya memiliki jawaban atas permasalahan yang dihadapinya dan tugas
konselor hanya membimbing klien menemukan jawaban yang benar. Menurut Rogers,
teknik-teknik asesmen dan pendapat para konselor bukanlah hal yang penting
dalam melakukan treatment atau pemberian bantuan kepada klien.
Selain memberikan sumbangannya terhadap konseling dan
terapi, psikologi humanistik juga memberikan sumbangannya bagi pendidikan
alternatif yang dikenal dengan sebutan pendidikan humanistik (humanistic
education). Pendidikan humanistik berusaha mengembangkan individu secara
keseluruhan melalui pembelajaran nyata. Pengembangan aspek emosional, sosial,
mental, dan keterampilan dalam berkarier menjadi fokus dalam model pendidikan
humanistik ini.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Aspek-Aspek
Psikologis Dalam Belajar
3.1.1 Persepsi
Persepsi
merupakan suatu proses yang didahului oleh proses penginderaan yaitu merupakan
proses diterimanya stimulus oleh individu melalui alat indra, alat indra
tersebut merupakan penghubung antara individu dengan dunia luar .Proses
terjadinya stimulus mengenai alat indra merupakan proses.stimulus yang diterima
alat indra diteruskan oleh syaraf sensoris ke otak, proses ini yang disebut
sebagai proses Fisiologis. Kemudian terjadilah proses diotak sebagai pusat
kesadaran sehingga individu menyadari apa yang dilihat, didengar ataupun
diraba.hal inilah yang dilihat sebagai proses psikologis.dalam proses persepsi
perlu adanya perhatian sebagai langkah persiapan dalam persepsi itu.Hal ini
dikarenakan bukan hanya satu stimulus tetapi berbagai macam stimulus yang
ditimbulkan oleh keadaan disekitarnya namun tidak semua stimulus mendapatkan
respons individu untuk dipersepsi. Stimulus mana yang akan dipersepsi atau
mendapatkan respons dari individu tergantung pada perhatian individu yang
bersangkutan .
3.1.2 Belajar
Belajar
adalah “ Learning is a process of progressive behavior adatation “ Belajar itu
merupakan suatu proses adaptasi prilaku yang bersipat progresif. Belajar adalah
“ Learning is a change in ferformance as a result of practice” Belajar membawa
perubahan dalam performance dan perubahan itu sebagai akibat dari
pelatihan. Pengertian latihan adalah usaha dari individu yang belajar. Belajar
merupakan kegiatan yang kompleks, hasil belajar berupah kapabilitas.setelah
belajar seseorang memiliki ketampilan,sikap,dan pengetahua.
Dari
beberapa pendapat para ahli tentang pengertian belajar akhirnya dapat
disimpulkan bahwa belajar adalah serangkaian kegiatan jiwaraga untuk memperoleh
suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam
interaksi dengan lingkungan yang ,menyangkut Kognitif,Afektif dan Psikomotor.
3.1.3 Faktor Psikologis Dalam Belajar
-
Minat
Adalah suatu rasa lebih
suka dan rasa ketertarikan pada suatu hal atau aktifitas tanpa ada yang
menyuruh.
-
Kecakapan ( IQ )
Seseorang yang umumnya
mudah belajar dan hasilnya pun cendrung baik ,sebaliknya orang yang
intlegensinya rendah cendrung mengalami kekurangan dalam belajar, lambat
berpikir sehinggah prestasi belajarpun rendah.
-
Bakat
Bakat merupakan
kemampuan bawaan yang merupakan potensi yang masih perlu dikembangkan atau
latihan.
-
Motivasi
Motivasi adalah
kondisipsikologis yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu.
-
Kemampuan Kognitif
Didalam dunia pendidikan
ada tiga tujuan pendidikan: kognitif,afektif dan fsikomotor.ranah kognitif
merupakan kemampuan yang selalu dituntut kepada anak didik untuk dikuasai,
karena ini merupakan dasar bagi penguasaan ilmu pengetahuan.
3.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Proses Belajar
Secara umum faktor-faktor yang memengaruhi hasil wajar dibedakan atas dua
kategori, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Kedua faktor tersebut
saling memengaruhi dalam proses belajar individu sehingga
menentukan
kualitas hasil belajar.
3.2.1 Faktor
internal
Faktor internal adalah faktor-faktor yang berasal dari
dalam diri individu dan dapat memengaruhi hasil belajar individu. Faktor-faktor
internal ini meliputi faktor fisiologis dan psikologis.
1) Faktor fisiologis
Faktor-faktor
fisiologis adalah faktor-faktor yang berhubungan dengan kondisi fisik individu.
Faktor-faktor ini dibedakan menjadi dua macam. Pertama, keadaan tonus jasmani.
Keadaan tonus jasmani pada umumnya sangat memengaruhi aktivitas belajar
seseorang. Kondisi fisik yang sehat dan bugar akan memberikan pengaruh positif
terha¬dap kegiatan belajar individu. Sebalikrtya, kondisi fisik yang lemah atau
sakit akan menghambat tercapainya hasil belajar yang maksimal. Oleh karena
keadaan tonus jasmani sangat memengaruhi proses belajar, maka perlu ada usaha
untuk menjaga kesehatan jasmani. Cara untuk menjaga kesehatan Jasmani antara
lain adalah: 1) menjaga pola makan yang sehat dengan memerhatikan nutrisi yang
masuk ke dalam tubuh, karena kekurangan gizi atau nutrisi akan mengakibatkan
tubuh cepat lelah, lesu, dan mengantuk, sehingga tidak ada gairah untuk
belajar; 2) rajin berolahraga agar tubuh selalu bugat dan sehat; 3) istirahat
yang cukup dan sehat.
Kedua, keadaan fungsi jasmani/fisiologis. Selama proses
belajar berlangsung, peran fungsi fisiologi pada tubuh manusia sangat
memengaruhi hasil belajar, terutama pancaindra. Pancaindra yang berfungsi
dengan baik akan mempermudah aktivitas belajar dengan baik pula. Dalam proses
belajar, pancaindra merupakan pintu masuk bagi segala informasi yang diterima
dan ditangkap oleh manusia, sehingga manusia dapat mengenal dunia luar.
Pancaindra yang memiliki peran besar dalam aktivitas belajar adalah mata dan
telinga. Oleh karena itu, baik guru maupun siswa perlu menjaga pancaindra
dengan baik, baik secara preventif maupun yang,bersifat kuratif, dengan
menyediakan sarana belajar yang memenuhi persyaratan, memeriksakan kesehat¬an
fungsi mata dan telinga secara periodik, mengonsumsi makanan yang bergizi, dan
lain sebagainya.
2) Faktor psikologis
Faktor-faktor psikologis adalah keadaan psikologis
seseorang yang dapat memengaruhi proses belajar. Beberapa faktor psikologis
yang utama memengaruhi proses belajar adalah kecerdasan siswa, motivasi, minat,
sikap, dan bakat.
- Kecerdasan/inteligensi siswa
Pada
umumnya kecerdasan diartikan sebagai kemampu¬an psiko-fisik dalam mereaksi
rangsangan atau menyesuaikan diri dengan lingkungan melalui cara yang tepat.
Dengan demikian, kecerdasan bukan hanya berkaitan dengan kualitas otak saja,
tetapi juga organ-organ tubuh yang lain. Namun bila dikaitkan dengan
kecerdasan, tentunya otak merupakan organ yang penting dibandingkan organ yang
lain, karena fungsi otak itu sendiri sebagai pengendali tertinggi (executive
control) dari hampir seluruh aktivitas manusia.
Kecerdasan
merupakan faktor psikologis yang paling penting dalam proses belajar siswa,
karena itu menenentukan kualitas belajar siswa. Semakin tinggi tingkat
inteli¬gensi seorang individu, semakin besar peluang individu tersebut meraih
sukses dalam belajar. Sebaliknya, semakin rendah tingkat inteligensi individu,
semakin sulit indivi¬du itu mencapai kesuksesan belajar. Oleh karena itu, perlu
bimbingan belajar dari orang lain, seperti guru, orangtua, dan lain sebagainya.
Sebagai faktor psikologis yang penting dalam mencapai kesuksesan belajar, maka
pengetahuan dan pemahaman tentang kecerdasan perlu dimiliki oleh setiap calon
guru atau guru profesional, sehingga mereka dapat memahami tingkat kecerdasan
siswanya.
Pemahaman
tentang tingkat kecerdasan individu dapat diperoleh oleh orangtua dan guru atau
pihak-pihak yang berkepentingan melalui konsultasi dengan psikolog atau
psikiater. Sehingga dapat diketahui anak didik berada pada tingkat kecerdasan
yang mana, amat superior, superior, rata¬rata, atau mungkin lemah mental.
Informasi tentang taraf kecerdasan seseorang merupakan hal yang sangat
berhar¬ga untuk memprediksi kemampuan belajar seseorang. -Pemahaman terhadap
tingkat kecerdasan peserta didik akan membantu mengarahkan dan merencanakan
bantuan yang akan diberikan kepada siswa.
- Motivasi
Motivasi
adalah salah satu faktor yang memengaruhi keefektifan kegiatan belajar siswa.
Motivasilah yang mendo¬rong siswa inginn melakukan kegiatan belajar. Para ahli
psikologi mendefinisikan motivasi sebagai proses di dalam diri individu yang
aktif, mendorong, memberikan arah, dan menjaga perilaku setiap saat (Slavin,
1994). Motivasi juga diartikan sebagai pengaruh kebutuhan-kebutuhan dan
keinginan terhadap intensitas dan arah perilaku seseorang. Dari sudut
sumbernya, motivasi dibagi menjadi dua, yairu motivasi intrinsik dan motivasi
ekstrinsik. Motiva¬si intrinsik adalah semua faktor yang berasal dari dalam
diri individu dan memberikan dorongan untuk melakukan sesuatu. Seperti seorang
siswa yang gemar membaca, maka ia tidak perlu disuruh-suruh untuk membaca,
karena memba¬ca tidak hanya menjadi aktivitas kesenangannya, tapi bisa jadi
juga telah menjadi kebutuhannya. Dalam proses belajar, motivasi intrinsik
memiliki pengaruh yang lebih efektif, karena motivasi intrinsik relatif lebih
lama dan tidak tergan¬tung pada motivasi dari luar (ekstrinsik).
Menurut
Arden N. Frandsen (Hayinah, 1992), yang termasuk dalam motivasi intrinsik untuk
belajar antara lain adalah:
1.
Dorongan ingin tahu dan
ingin menyelediki dunia yang lebih luas;
2.
Adanya sifat positif dan
kreatif yang ada pada manusia dan keinginan untuk maju;
3.
Adanya keinginan untuk
mencapai prestasi sehingga mendapat dukungan dari orang-orang penting,
misal¬kan orangtua, saudara, guru, atau teman-teman, dan lain sebagainya;
4.
Adanya kebutuhan untuk
menguasai ilmu atau pengeta¬huan yang berguna bagi dirinya, dan lain-lain.
Motivasi ekstrinsik adalah faktor yang datang dari luar
diri individu tetapi memberi pengaruh terhadap kemauan untuk belajar. Seperti
pujian, peraturan, tata tertib, reladan guru orangtua, dan lain sebagainya.
Kurangnya respons dari lingkungan secara positif akan memengaruhi semangat
belajar seseorang menjadi lemah.
- Minat
Secara
sederhana, minat (interest) berarti kecenderungan dan kegairahan yang tinggi
atau keinginan yang besar terhadap sesuatu. Menurut Reber (Syah, 2003), minat
bukanlah istilah yang populer dalam psikologi disebabkan ketergantungannya
terhadap berbagai faktor internal lainnya, seperti pemusatan perhatian,
keingintahuan, motivasi, dan kebutuhan.
Namun
lepas dari kepopulerannya,
minat sama halnya dengan kecerdasan dan motivasi, karena memberi penga¬ruh
terhadap aktivitas belajar. Karena jika seseorang tidak memiliki minat untuk
belajar, ia akan tidak bersemangat atau bahkan tidak mau belajar. Oleh karena
itu, dalam konteks belajar di kelas, seorang guru atau pendidik lainnya perlu
membangkitkan minat siswa agar tertarik terhadap materi pelajaran yang akan
dipelajarinya.
Untuk membangkitkan minat belajar siswa tersebut, banyak
cara yang bisa digunakan. Antara lain, pertama, dengan membuat materi yang akan
dipelajari semenarik mungkin dan tidak membosankan, baik dari bentuk buku
materi, desain pembelajaran yang membebaskan siswa untuk mengeksplor apa yang
dipelajari, melibatkan seluruh domain belajar siswa (kognitif, afektif,
psikomotorik) sehingga siswa menjadi aktif, maupun performansi guru yang
menarik saat mengajar. Kedua, pemilihan jurusan atau bidang studi. Dalam hal
ini, alangkah baiknya jika jurusan atau bidang studi dipilih sendiri oleh siswa
sesuai dengan minatnya.
- Sikap
Dalam proses belajar, sikap individu dapat memeng¬aruhi
keberhasilan proses belajarnya. Sikap adalah gejala internal yang berdimensi
afektif berupa kecenderungan untuk mereaksi atau merespons dengan cara yang
relatif tetap terhadap objek, orang, peristiwa dan sebagainya, baik secara
positif maupun negatif (Syah, 2003). Sikap siswa dalam belajar dapat
dipengaruhi oleh perasaan senang atau tidak senang pada performan guru,
pelajaran, atau lingkungan sekitarnya. Dan untuk mengan tisipasi munculnya
sikap yang negatif dalam belajar, guru sebaiknya berusaha untuk menjadi guru
yang profesional dan bertanggung jawab terhadap profesi yang dipilihnya. Dengan
profesionalitas, seorang guru akan berusaha membe¬rikan yang terbaik bagi
siswanya; berusaha mengembangkan kepribadian sebagai seorang guru yang empatik,
sabar, dan tulus kepada muridnya; berusaha untuk menyajikan pelajar¬an yang
diampunya dengan baik dan menarik sehingga membuat siswa dapat mengikuti
pelajaran dengan senang dan tidak menjemukan; meyakinkan siswa bahwa bidang
srudi yang dipelajari bermanfaat bagi diri siswa.
- Bakat
Faktor
psikologis lain yang memengaruhi proses belajar adalah bakat. Secara umum,
bakat (aptitude) didefinisikan sebagai kemampuan potensial yang dimiliki seseorang
untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan datang (Syah, 2003). Berkaitan
dengan belajar, Slavin (1994) mendefinisi¬kan bakat sebagai kemampuan umum yang
dimiliki seorang siswa untuk belajar. Dengan demikian, bakat adalah kemam¬puan
seseorangyang menjadi salah satu komponen yang diperlukan dalam proses belajar
seseorang. Apabila bakat seseorang sesuai dengan bidang yang sedang
dipelajarinya, maka bakat itu akan mendukung proses belajarnya sehingga kernungkinan
besar ia akan berhasil.
Pada dasarnya, setiap orang mempunyai bakat atau potensi
untuk mencapai prestasi belajar sesuai dengan kemampuannya masing-masing.
Karena itu, bakat juga diartikan sebagai kemampuan dasar individu untuk melakukan
tugas tertentu tanpa tergantung upaya pendidikan dan latihan. Individu yang
telah memiliki bakat tertentu, akan lebih mudah menyerap segala informasi yang
berhubung¬an dengan bakat yang dimilikinya. Misalnya, siswa yang berbakat di
bidang bahasa akan lebih mudah mempelajari bahasa-bahasa lain selain bahasanya
sendiri.
3.2.2 Faktor-Faktor Eksogen/Eksternal
Selain
karakteristik siswa atau faktor-faktor endogen, faktor-faktor eksternal juga
dapat memengaruhi proses belajar siswa. Dalam hal ini, Syah (2003) menjelaskan
bahwa faktor faktor eksternal yang memengaruhi belajar dapat digolongkan
menjadi dua golongan, yaitu faktor lingkungan sosial dan faktor lingkungan
nonsosial.
1) Lingkungan social
a.
Lingkungan sosial
masyarakat. Kondisi lingkungan masya¬rakat tempat tinggal siswa akan
memengaruhi belajar siswa. Lingkungan siswa yang kumuh, banyak pengang¬guran
dan anak telantar juga dapat memengaruhi aktivitas belajar siswa, paling tidak
siswa kesulitan ketika memer¬lukan teman belajar, diskusi, atau meminjam
alat-alat belajar yang kebetulan belum dimilikinya.
b.
Lingkungan sosial keluarga.
Lingkungan ini sangat memengaruhi kegiatan belajar. Ketegangan keluarga,
sifat-sifat orangtua, demografi keluarga (letak rumah), pengelolaan keluarga,
semuanya dapat memberi dampak terhadap aktivitas belajar siswa. Hubungan antara
anggota keluarga, orangtua, anak, kakak, atau adik yang harmonis akan membantu
siswa melakukan aktivitas belajar dengan baik.
c.
Lingkungan sosial sekolah,
seperti guru, administrasi, dan teman-teman sekelas dapat memengaruhi proses
belajar seorang siswa. Hubungan yang harmonis antara ketiganya dapat menjadi
motivasi bagi siswa untuk belajar lebih baik di sekolah. maka para pendidik,
orangtua, dan guru perlu memerhatikan dan memahami bakat yang dimili¬ki oleh
anaknya atau peserta didiknya, antara lain dengan mendukung, ikut
mengembangkan, dan tidak memaksa anak untuk memilih jurusan yang tidak sesuai
dengan bakatnya.
2) Lingkungan nonsosial.
Faktor faktor yang termasuk lingkungan
nonsosial adalah:
a.
Lingkungan alamiah, seperti
kondisi udara yang segar, tidak panas dan tidak dingin, sinar yang tidak
terlalu silau/kuat, atau tidak terlalu lemah/gelap, suasana yang sejuk dan
tenang. Lingkungan alamiah tersebut merupa¬kan faktor-faktor yang dapat
memengaruhi aktivitas belajar siswa. Sebaliknya, bila kondisi lingkungan alam
tidak mendukung, proses belajar siswa akan terhambat.
b.
Faktor instrumental, yaitu
perangkat belajar yang dapat digolongkan dua macam. Pertama, hardware, seperti
gedung sekolah, alat-alat belajar, fasilitas belajar, lapang¬an olahragd dan
lain sebagainya. Kedua, software, seperti kurikulum sekolah,
peraturan-peraturan sekolah, buku panduan, silabi, dan lain sebagainya.
Faktor materi pelajaran (yang diajarkan ke siswa). Faktor
ini hendaknya disesuaikan dengan usia perkembang¬an siswa, begitu juga dengan
metode mengajar guru, disesuaikan dengan kondisi perkembangan siswa. Karena
itu, agar guru dapat memberikan kontribusi yang positif terhadap aktivitas
belajar siswa, maka guru harus mengua¬sai materi pelajaran dan berbagai metode
mengajar yang dapat diterapkan sesuai dengan kondisi siswa.
3.3 Kesulitan
Belajar
Kesulitan
belajar siswa mencakup pengetian yang luas, diantaranya : (a) learning
disorder; (b) learning disfunction; (c) underachiever; (d) slow learner, dan
(e) learning diasbilities. Di bawah ini akan diuraikan dari masing-masing
pengertian tersebut.
1.
Learning Disorder atau
kekacauan belajar adalah keadaan dimana proses belajar seseorang terganggu
karena timbulnya respons yang bertentangan. Pada dasarnya, yang mengalami
kekacauan belajar, potensi dasarnya tidak dirugikan, akan tetapi belajarnya
terganggu atau terhambat oleh adanya respons-respons yang bertentangan,
sehingga hasil belajar yang dicapainya lebih rendah dari potensi yang
dimilikinya. Contoh : siswa yang sudah terbiasa dengan olah raga keras seperti
karate, tinju dan sejenisnya, mungkin akan mengalami kesulitan dalam belajar
menari yang menuntut gerakan lemah-gemulai.
2.
Learning Disfunction
merupakan gejala dimana proses belajar yang dilakukan siswa tidak berfungsi
dengan baik, meskipun sebenarnya siswa tersebut tidak menunjukkan adanya
subnormalitas mental, gangguan alat dria, atau gangguan psikologis lainnya.
Contoh : siswa yang yang memiliki postur tubuh yang tinggi atletis dan sangat
cocok menjadi atlet bola volley, namun karena tidak pernah dilatih bermain bola
volley, maka dia tidak dapat menguasai permainan volley dengan baik.
3.
Under Achiever mengacu
kepada siswa yang sesungguhnya memiliki tingkat potensi intelektual yang
tergolong di atas normal, tetapi prestasi belajarnya tergolong rendah. Contoh :
siswa yang telah dites kecerdasannya dan menunjukkan tingkat kecerdasan
tergolong sangat unggul (IQ = 130 – 140), namun prestasi belajarnya biasa-biasa
saja atau malah sangat rendah
4.
Slow Learner atau lambat belajar adalah siswa
yang lambat dalam proses belajar, sehingga ia membutuhkan waktu yang lebih lama
dibandingkan sekelompok siswa lain yang memiliki taraf potensi intelektual yang
sama.
5.
Learning Disabilities atau
ketidakmampuan belajar mengacu pada gejala dimana siswa tidak mampu belajar
atau menghindari belajar, sehingga hasil belajar di bawah potensi
intelektualnya.
Siswa
yang mengalami kesulitan belajar seperti tergolong dalam pengertian di atas
akan tampak dari berbagai gejala yang dimanifestasikan dalam perilakunya, baik
aspek psikomotorik, kognitif, konatif maupun afektif . Beberapa perilaku yang
merupakan manifestasi gejala kesulitan belajar, antara lain :
1.
Menunjukkan hasil belajar
yang rendah di bawah rata-rata nilai yang dicapai oleh kelompoknya atau di bawah
potensi yang dimilikinya.
2.
Hasil yang dicapai tidak
seimbang dengan usaha yang telah dilakukan. Mungkin ada siswa yang sudah
berusaha giat belajar, tapi nilai yang diperolehnya selalu rendah
3.
Lambat dalam melakukan
tugas-tugas kegiatan belajarnya dan selalu tertinggal dari kawan-kawannya dari
waktu yang disediakan.
4.
Menunjukkan sikap-sikap
yang tidak wajar, seperti: acuh tak acuh, menentang, berpura-pura, dusta dan sebagainya.
5.
Menunjukkan perilaku yang
berkelainan, seperti membolos, datang terlambat, tidak mengerjakan pekerjaan
rumah, mengganggu di dalam atau pun di luar kelas, tidak mau mencatat
pelajaran, tidak teratur dalam kegiatan belajar, dan sebagainya.
6.
Menunjukkan gejala
emosional yang kurang wajar, seperti : pemurung, mudah tersinggung, pemarah,
tidak atau kurang gembira dalam menghadapi situasi tertentu. Misalnya dalam
menghadapi nilai rendah, tidak menunjukkan perasaan sedih atau menyesal, dan
sebagainya.
7.
Sementara itu, Burton (Abin
Syamsuddin. 2003) mengidentifikasi siswa yang diduga mengalami kesulitan
belajar, yang ditunjukkan oleh adanya kegagalan siswa dalam mencapai
tujuan-tujuan belajar. Menurut dia bahwa siswa dikatakan gagal dalam belajar apabila
:
8.
Dalam batas waktu tertentu
yang bersangkutan tidak mencapai ukuran tingkat keberhasilan atau tingkat penguasaan
materi (mastery level) minimal dalam pelajaran tertentu yang telah ditetapkan oleh
guru (criterion reference).
9.
Tidak dapat mengerjakan
atau mencapai prestasi semestinya, dilihat berdasarkan ukuran tingkat
kemampuan, bakat, atau kecerdasan yang dimilikinya. Siswa ini dapat digolongkan
ke dalam under achiever.
10.
Tidak berhasil tingkat
penguasaan materi (mastery level) yang diperlukan sebagai prasyarat bagi
kelanjutan tingkat pelajaran berikutnya. Siswa ini dapat digolongkan ke dalam
slow learner atau belum matang (immature), sehingga harus menjadi pengulang
(repeater)
Untuk dapat menetapkan gejala kesulitan belajar dan
menandai siswa yang mengalami kesulitan belajar, maka diperlukan kriteria
sebagai batas atau patokan, sehingga dengan kriteria ini dapat ditetapkan batas
dimana siswa dapat diperkirakan mengalami kesulitan belajar. Terdapat empat
ukuran dapat menentukan kegagalan atau kemajuan belajar siswa: (1) tujuan
pendidikan; (2) kedudukan dalam kelompok; (3) tingkat pencapaian hasil belajar
dibandinngkan dengan potensi; dan (4) kepribadian.
3.4 Bimbingan Belajar
Bimbingan
belajar merupakan upaya guru untuk membantu siswa yang mengalami kesulitan
dalam belajarnya. Secara umum, prosedur bimbingan belajar dapat ditempuh
melalui langkah-langkah sebagai berikut:
1. Identifikasi kasus
Identifikasi
kasus merupakan upaya untuk menemukan siswa yang diduga memerlukan layanan
bimbingan belajar. Robinson dalam Abin Syamsuddin Makmun (2003) memberikan
beberapa pendekatan yang dapat dilakukan untuk mendeteksi siswa yang diduga
mebutuhkan layanan bimbingan belajar, yakni :
Call them approach; melakukan wawancara dengan
memanggil semua siswa secara bergiliran sehingga dengan cara ini akan dapat
ditemukan siswa yang benar-benar membutuhkan layanan bimbingan.
Maintain good relationship; menciptakan
hubungan yang baik, penuh keakraban sehingga tidak terjadi jurang pemisah
antara guru dengan siswa. Hal ini dapat dilaksanakan melalui berbagai cara yang
tidak hanya terbatas pada hubungan kegiatan belajar mengajar saja, misalnya
melalui kegiatan ekstra kurikuler, rekreasi dan situasi-situasi informal
lainnya.
Developing a desire for counseling;
menciptakan suasana yang menimbulkan ke arah penyadaran siswa akan masalah yang
dihadapinya. Misalnya dengan cara mendiskusikan dengan siswa yang bersangkutan
tentang hasil dari suatu tes, seperti tes inteligensi, tes bakat, dan hasil
pengukuran lainnya untuk dianalisis bersama serta diupayakan berbagai tindak
lanjutnya.
Melakukan analisis terhadap hasil belajar
siswa, dengan cara ini bisa diketahui tingkat dan jenis kesulitan atau
kegagalan belajar yang dihadapi siswa. Melakukan analisis sosiometris, dengan
cara ini dapat ditemukan siswa yang diduga mengalami kesulitan penyesuaian social
2. Identifikasi Masalah
Langkah
ini merupakan upaya untuk memahami jenis, karakteristik kesulitan atau masalah
yang dihadapi siswa. Dalam konteks Proses Belajar Mengajar, permasalahan siswa
dapat berkenaan dengan aspek : (a) substansial – material; (b) struktural –
fungsional; (c) behavioral; dan atau (d) personality. Untuk mengidentifikasi
masalah siswa, Prayitno dkk. telah mengembangkan suatu instrumen untuk melacak
masalah siswa, dengan apa yang disebut Alat Ungkap Masalah (AUM). Instrumen ini
sangat membantu untuk mendeteksi lokasi kesulitan yang dihadapi siswa, seputar
aspek : (a) jasmani dan kesehatan; (b) diri pribadi; (c) hubungan sosial; (d)
ekonomi dan keuangan; (e) karier dan pekerjaan; (f) pendidikan dan pelajaran;
(g) agama, nilai dan moral; (h) hubungan muda-mudi; (i) keadaan dan hubungan
keluarga; dan (j) waktu senggang.
3. Diagnosis
Diagnosis
merupakan upaya untuk menemukan faktor-faktor penyebab atau yang
melatarbelakangi timbulnya masalah siswa. Dalam konteks Proses Belajar Mengajar
faktor-faktor yang penyebab kegagalan belajar siswa, bisa dilihat dari segi
input, proses, ataupun out put belajarnya. W.H. Burton membagi ke dalam dua
bagian faktor – faktor yang mungkin dapat menimbulkan kesulitan atau kegagalan
belajar siswa, yaitu : (a) faktor internal; faktor yang besumber dari dalam
diri siswa itu sendiri, seperti : kondisi jasmani dan kesehatan, kecerdasan,
bakat, kepribadian, emosi, sikap serta kondisi-kondisi psikis lainnya; dan (b)
faktor eksternal, seperti : lingkungan rumah, lingkungan sekolah termasuk
didalamnya faktor guru dan lingkungan sosial dan sejenisnya.
4. Prognosis
Langkah
ini untuk memperkirakan apakah masalah yang dialami siswa masih mungkin untuk
diatasi serta menentukan berbagai alternatif pemecahannya, Hal ini dilakukan
dengan cara mengintegrasikan dan menginterpretasikan hasil-hasil langkah kedua
dan ketiga. Proses mengambil keputusan pada tahap ini seyogyanya terlebih
dahulu dilaksanakan konferensi kasus, dengan melibatkan pihak-pihak yang
kompeten untuk diminta bekerja sama menangani kasus – kasus yang dihadapi.
5. Remedial atau referal (Alih Tangan Kasus)
Jika
jenis dan sifat serta sumber permasalahannya masih berkaitan dengan sistem
pembelajaran dan masih masih berada dalam kesanggupan dan kemampuan guru atau
guru pembimbing, pemberian bantuan bimbingan dapat dilakukan oleh guru atau
guru pembimbing itu sendiri. Namun, jika permasalahannya menyangkut aspek-aspek
kepribadian yang lebih mendalam dan lebih luas maka selayaknya tugas guru atau
guru pembimbing sebatas hanya membuat rekomendasi kepada ahli yang lebih
kompeten.
6. Evaluasi dan Follow Up
Cara
manapun yang ditempuh, evaluasi atas usaha pemecahan masalah seyogyanya
dilakukan evaluasi dan tindak lanjut, untuk melihat seberapa pengaruh tindakan
bantuan (treatment) yang telah diberikan terhadap pemecahan masalah yang
dihadapi siswa.
BAB IV
KESIMPULAN
Secara
umum faktor-faktor yang memengaruhi hasil wajar
dibedakan atas dua kategori, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Kedua faktor tersebut
saling memengaruhi dalam proses belajar individu sehingga
menentukan
kualitas hasil belajar.
Faktor Psikologis Dalam Belajar adalah sebagai berikut:
-
Minat adalah suatu rasa
lebih suka dan rasa ketertarikan pada suatu hal atau aktifitas tanpa ada yang
menyuruh.
-
Kecakapan ( IQ ). Seseorang
yang umumnya mudah belajar dan hasilnya pun cendrung baik ,sebaliknya orang
yang intlegensinya rendah cendrung mengalami kekurangan dalam belajar, lambat
berpikir sehinggah prestasi belajarpun rendah.
-
Bakat merupakan
kemampuan bawaan yang merupakan potensi yang masih perlu dikembangkan atau
latihan.
-
Motivasi adalah
kondisipsikologis yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu.
-
Kemampuan Kognitif. Didalam
dunia pendidikan ada tiga tujuan pendidikan: kognitif,afektif dan
fsikomotor.ranah kognitif merupakan kemampuan yang selalu dituntut kepada anak
didik untuk dikuasai, karena ini merupakan dasar bagi penguasaan ilmu
pengetahuan.
DAFTAR PUSTAKA
Anda sedang membaca artikel Makalah Faktor-Faktor Psikologi dalam Belajar. Terimakasih atas kunjungan serta kesediaan Anda membaca artikel ini.
Jika memang bermanfaat, Anda boleh menyebarluaskannya dan jangan lupa untuk menyertakan sumber link dibawah ini:
0 comments:
Posting Komentar