BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di era reformasi ilmu pengetahuan dan teknologi,
betapa pentingnya kurikulum untuk memperbaikan kegiatan belajar
dan mengajar agar mutu pendidikan meningkat, hal ini dilakukan karena majunya
pendidikan membawa implikasi meluas terhadap pemikiran manusia dalam berbagai
bidang sehingga setiap generasi muda harus belajar banyak untuk menjadi manusia
terdidik sesuai dengan tuntunan zaman. Menurut Mudyahardjo (2002), arti
pendidikan ada dua yaitu definisi pendidikan secara luas yaitu segala
pengalaman belajar yang berlangsung dalam segala lingkungan dan sepanjang
hidup.
Pendidikan adalah segala situasi yang
mempengaruhi pertumbuhan individu. Pendidikan berlangsung seumur hidup dalam
setiap selama ada pengaruh lingkungan baik yang khusus diciptakan untuk
pendidikan maupun yang ada dengan sendirinya. Tujuan pendidikan terkandung
dalam setiap pengalaman belajar, tidak ditentukan dari luar yaitu pertumbuhan,
sama dengan tujuan hidup. Definisi pendidikan secara sempit adalah sekolah
dimana pengajaran yang diselenggarakan di sekolah sebagai lembaga pendidikan
formal. Pendidikan adalah segala pengaruh yang diupayakan sekolah terhadap anak
dan remaja yang diserahkan kepadanya agar mempunyai kemampuan yang sempurna dan
kesadaran penuh terhadap hubungan-hubungan dan tugas-tugas sosial mereka.
Berhasilnya suatu tujuan pendidikan tergantung
pada bagaimana proses belajar mengajar yang dialami oleh siswa. Seorang guru
dituntut untuk teliti dalam memilih dan menerapkan metode mengajar yang sesuai
dengan tujuan yang ingin dicapai. Menciptakan kegiatan belajar mengajar yang
mampu menciptakan hasil belajar yang efektif merupakan tugas dan kewajiban
guru.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi
pokok permasalahan dalam penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Apa
pengertian kurikulum?
2. Apa saja azas-azas pengembangan kurikulum?
3. Apa prinsip-prinsip pengembangan kurikulum?
4.
Bagaimana
perkembangan kurikulum di Indonesia?
5. Bagaimana peran kurikulum dalam
pendidikan?
6. Bagaimana
fungsi kurikulum dalam dunia pendidikan?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk :
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk :
1.
Memahami arti kurikulum,
2.
Mengetahui asas pengembangan kurikulum,
3.
Memahami prinsip-prinsip pengembangan kurikulum,
4.
Mengetahui perkembangan
kurikurikulum di Indonesia,
5.
Memahami betapa pentingnya
kurikulum dalam dunia pendidikan,
6.
Mengetahui fungsi
kurikulum.
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Kurikulum
Dalam banyak literature kurikulum diartikan
sebagai suatu dokumen atau rencana tertulis mengenai kualitas pendidikan yang
harus dimiliki oleh peserta didik melalui suatu pengalaman belajar. Pengertian
ini mengandung arti bahwa kurikulum harus tertuang dalam satu atau beberapa
dokumen atau rencana tertulis. Dokumen atau rencana tertulis itu berisikan
pernyataan mengenai kualitas yang harus dimiliki seorang peserta didik yang
mengikuti kurikulum tersebut. Pengertian kualitas pendidikan disini mengandung
makna bahwa kurikulum sebagai dokumen merencanakan kualitas hasil belajar yang
harus dimiliki peserta didik, kualitas bahan / konten pendidikan yang harus
dipelajari peserta didik, kualitas proses pendidikan yang harus dialami oleh
peserta didik. Kurikulum dalam bentuk fisik ini sering kali menjadi fokus utama
dalam setiap proses pengembangan kurikulum karena ia menggambarkan idea tau
pemikiran para pangambil keputusan yang digunakan sebagai dasar bagi
pengembangan kurikulum sebagai suatu pengalaman.Aspek yang tidak terungkap
secara jelas tetapi tersirat dalam defenisi kurikulum sebagai dokumen adalah
bahwa rencana yang dimaksudkan dikembangkan berdasarkan suatu pemikiran
tertentu tentang kualitas pendidikan yang diharapkan. Perbedaan pemikiran atau
ide akan menybabkan terjadinya perbedaan dalam kurikulum yang dihasilkan, baik
sebagai dokumen maupun sebagai pengalaman belajar. Oleh karena itu, Oliva
(1997:12) mengatakan “Curriculum itself is a construct or concept, a
verbalization of an extremely complex idea or set of ideas”.Selai kurikulum
diartikan sebagai dokumen, para ahli kurikulum mengemukakan berbagai defenisi
kurikulum yang tentunya dianggap sesuai dengan konstruk kurikulum yang ada pada
dirinya. Perbedaan pendapat para ahli didasarkan pada isu berikut ini : Filosofi kurikulum, Ruang
lingkup komponen kurikulum, Polarisasi kurikulum
kegiatan belajar, Posisi evaluasi dalam pengembangan kurikulum.
2.2 Asas Pengembangan Kurikulum
Guru, sebagai pengembang kurikulum dalam skala
mikro, perluh memahami kurikulum dan asas-asas yang mendasarinya. Nasution
(2008:11-14) menjelaskan bahwa ada empat asas yang mendasari pengembangan
kurikulum. Keempat asas tersebut adalah:
a.
Asas Filosofis
Sekolah bertujuan mendidik anak agar menjadi manusia yang “baik”.
Faktor “baik” tidak hanya ditentukan oleh nilai-nilai, cita-cita, atau filsafat
yang dianut sebuah negara, tetapi juga oleh guru, orang tua, masyarakat, bahkan
dunia.
Kurikulum mempunyai hubungan yang erat dengan filsafat suatu
bangsa, terutama dalam menentukan manusia yang dicita-citakan sebagai tujuan
yang harus dicapai melalui pendidikan formal. Kurikulum yang dikembangkan harus
mampu menjamin terwujudnya tujuan pendidikan nasional dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat. Jadi, asas filosofis
berkenaan dengan tujuan pendidikan yang sesuai dengan filsafat negara.
Perbedaan filsafat suatu negara menimbulkan implikasi yang berbeda
di dalam merumuskan tujuan pendidikan, menentukan bahan pelajaran dan tata cara
mengajarkan, serta menentukan cara-cara evaluasi yang ditempuh. Apabila
pemerintah bertukar, tujuan pendidikan akan berubah sama sekali. Di Indonesia,
penyusunan, pengembangan, dan pelaksanaan kurikulum harus memperhatikan
Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan Garis-Garis Besar Haluan Negara
sebagai landasan filosofis negara.Mengapa filsafat sangat diperlukan dalam
dunia pendidikan? Menurut Nasution (2008: 28), filsafat besar manfaatnya bagi
kurikulum, yakni: filsafat pendidikan menentukan arah ke mana anak-anak harus
dibimbing.
Sekolah ialah suatu lembaga yang didirikan oleh masyarakat untuk
mendidik anak menjadi manusia dan warga negara yang dicita-citakan oleh
masyarakat itu. Jadi, filsafat menentukan tujuan pendidikan. dengan adanya
tujuan pendidikan ada gambaran yang jelas tentang hasil pendidikan yang harus
dicapai, manusia yang bagaimana yang harus dibentuk. filsafat juga menentukan
cara dan proses yang harus dijalankan untuk mencapai tujuan itu. filsafat
memberikan kebulatan kepada usaha pendidikan, sehingga tidak lepas-lepas.
Dengan demikian terdapat kontinuitas dalam perkembangan anak. tujuan pendidikan
memberikan petunjuk apa yang harus dinilai dan hingga mana tujuan itu telah
tercapai. Tujuan pendidikan memberi motivasi dalam proses belajar-mengajar,
bila jelas diketahui apa yang ingin dicapai.
b.
Asas Psikologi Anak dan Psikologi Belajar
1.
Psikologi Anak
Sekolah didirikan untuk anak, untuk kepentingan anak, yakni
menciptakan situasi-situasi yang memungkinkan anak dapat belajar mengembangkan
bakatnya. Selama berabad-abad, anak tidak dipandang sebagai manusia yang lain
daripada orang dewasa. Hal ini tampak dari kurikulum yang mengutamakan bahan,
sedangkan anak “dipaksa” menyesuaikan diri dengan bahan tersebut dengan segala
kesulitannya. Padahal anak mempunyai kebutuhan sendiri sesuai dengan
perkembangannya. Pada permulaan abad ke -20, anak kian mendapat perhatian
menjadi salah satu asas dalam pengembangan kurikulum. Kemudian muncullah aliran
progresif, yakni kurikulum yang semata-mata didasarkan atas minat dan
perkembangan anak (child centered curiculum). Kurikulum ini dapat diapandang
sebagai reaksi terhadap kurikulum yang diperlukan orang dewasa tanpa
menghiraukan kebutuhan anak. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengembangan kurikulum adalah: Anak bukan
miniatur orang dewasa. Fungsi sekolah di antaranya mengembangkan
pribadi anak seutuhnya. Faktor anak harus
benar-benar diperhatikan dalam pengembangan kurikulum. Anak harus menjadi pusat
pendidikan/sebagai subjek belajar dan bukan objek belajar. Tiap anak unik, mempunyai
ciri-ciri tersendiri, lain dari yang lain.
Kurikulum hendaknya mempertimbangkan keunikan anak agar ia sedapat
mungkin berkembang sesuai dengan bakatnya. Walaupun tiap anak berbeda dari
yang lain, banyak pula persamaan di antara mereka. Maka sebagian dari kurikulum
dapat sama bagi semua.
2.
Psikologi Belajar
Pendidikan di sekolah
diberikan dengan kepercayaan dan keyakinan bahwa anak-anak
dapat dididik, dpat dipengaruhi kelakuannya. Anak-anak dapat belajar, dapat
menguasai sejumlah pengetahuan, mengubah sikapnya, menerima norma-norma,
menguasai sejumlah keterampilan. Soal yang penting ialah: bagaimana anak itu
belajar? Kalau kita tahu betul bagaimana proses belajar berlangsung, dalam
keadaan yang bagaimana belajar itu memberikan hasil sebaik-baiknya, maka
kurikulum dapat direncanakan dan dilaksanakan dengan cara seefektif-efektifnya. Oleh sebab belajar itu
ternyata suatu proses yang pelik dan kompleks, timbullah berbagai teori belajar
yang menunjukkan ketidaksesuaian satu sama lain.
Pada umumnya tiap teori
mengandung kebenaran. Akan tetapi tidak memberikan gambaran tentang keseluruhan
prooses belajar. Jadi, yang mencakup segala gejala belajar dari yang sederhana
sampai yang paling pelik. Dengan demikian, teori belajar dijadikan dasar
pertimbangan dalam pengembangan kurikulum. Pentingnya penguasaan psikologi belajar dalam
pengembangan kurikulum antara lain diperlukan dalam hal: seleksi dan organisasi
bahan pelajaran, menentukan kegiatan belajar
mengajar yang paling serasi, merencanakan kondisi
belajar yang optimal agar tujuan belajar tercapai. (Nasution, 2008:57)
c.
Asas Sosiologis
Anak tidak hidup sendiri terisolasi dari manusia lain. Ia selalu
hidup dalam suatu masyarakat. Di situ, ia harus memenuhi tugas-tugas yang harus
dilakukannya dengan penuh tanggung jawab, baik sebagai anak maupun sebagai
orang dewasa kelak. Ia banyak menerima jasa dari masyarakat dan ia sebaliknya
harus menyumbangkan baktinya bagi kemajuan masyarakat. Tiap masyarakat mempunyai
norma-norma, adat kebiasaan yang harus dikenal dan diwujudkan anak dalam
pribadinya, lalu dinyatakannya dalam kelakuan. Tiap masyarakat berlainan corak
nilai-nilai yang dianutnya. Tiap anak akan berbeda latar belakang kebudayaanya. Perbedaan ini harus
dipertimbangkan dalam kurikulum. Selain itu, perubahan masyarakat akibat
perkembangan iptek merupakan faktor yang benar-benar harus dipertimbangkan
dalam pengembangan kurikulum. Karena masyarakat merupakan faktor penting dalam
pengembangan kurikulum, masyarakat dijadikan salah satu asas.
d.
Asas Organisatoris
Asas ini berkenaan dengan masalah bagaimana bahan pelajaran akan
disajikan. Apakah dalam bentuk mata pelajaran yang terpisah-pisah, ataukah
diusahakan adanya hubungan antara pelajaran yang diberikan, misalnya dalam
bentuk broad field atau bidang studi seperti IPA, IPS, Bahasa, dan lain-lain.
Ataukah diusahakan hubungan secara lebih mendalam dengan menghapuskan segala
batas-batas mata pelajaran (dalam bentuk kurikulum terpadu). Penganut ilmu jiwa
asosiasi akan memilih bentuk organisasi kurikulum yang berpusat pada mata
pelajaran, sedangkan penganut ilmu jiwa gestalt akan cenderung memilih
kurikulum terpadu.
2.3 Prinsip-Prinsip Pengembangan Kurikulum
Pengembangan kurikulum adalah istilah yang
komprehensif, didalamnya mencakup: perencanaan, penerapan dan
evaluasi. Perencanaan kurikulum adalah langkah awal membangun kurikulum ketika
pekerja kurikulum membuat keputusan dan mengambil tindakan untuk menghasilkan
perencanaan yang akan digunakan oleh guru dan peserta didik. Penerapan
Kurikulum atau biasa disebut juga implementasi kurikulum berusaha mentransfer
perencanaan kurikulum ke dalam tindakan operasional. Evaluasi kurikulum
merupakan tahap akhir dari pengembangan kurikulum untuk menentukan seberapa besar
hasil-hasil pembelajaran, tingkat ketercapaian program-program yang telah
direncanakan, dan hasil-hasil kurikulum itu sendiri. Dalam pengembangan
kurikulum, tidak hanya melibatkan orang yang terkait langsung dengan dunia
pendidikan saja, namun di dalamnya melibatkan banyak orang, seperti :
politikus, pengusaha, orang tua peserta didik, serta unsur – unsur masyarakat
lainnya yang merasa berkepentingan dengan pendidikan.Prinsip-prinsip yang akan
digunakan dalam kegiatan pengembangan kurikulum pada dasarnya merupakan
kaidah-kaidah atau hukum yang akan menjiwai suatu kurikulum. Dalam pengembangan
kurikulum, dapat menggunakan prinsip-prinsip yang telah berkembang dalam
kehidupan sehari-hari atau justru menciptakan sendiri prinsip-prinsip baru.
Oleh karena itu, dalam implementasi kurikulum di suatu lembaga pendidikan
sangat mungkin terjadi penggunaan prinsip-prinsip yang berbeda dengan kurikulum
yang digunakan di lembaga pendidikan lainnya, sehingga akan ditemukan banyak
sekali prinsip-prinsip yang digunakan dalam suatu pengembangan kurikulum yaitu
:
1)
Prinsip relevansi; secara internal bahwa
kurikulum memiliki relevansi di antara komponen-komponen kurikulum (tujuan,
bahan, strategi, organisasi dan evaluasi). Sedangkan secara eksternal bahwa
komponen-komponen tersebutmemiliki relevansi dengan tuntutan ilmu pengetahuan
dan teknologi (relevansi epistomologis), tuntutan dan potensi peserta didik
(relevansi psikologis) serta tuntutan dan kebutuhan perkembangan masyarakat
(relevansi sosilogis).
2)
Prinsip fleksibilitas; dalam pengembangan
kurikulum mengusahakan agar yang dihasilkan memiliki sifat luwes, lentur dan
fleksibel dalam pelaksanaannya, memungkinkan terjadinya penyesuaian-penyesuaian
berdasarkan situasi dan kondisi tempat dan waktu yang selalu berkembang, serta
kemampuan dan latar bekang peserta didik.
3)
Prinsip kontinuitas; yakni adanya
kesinambungandalam kurikulum, baik secara vertikal, maupun secara horizontal.
Pengalaman-pengalaman belajar yang disediakan kurikulum harus memperhatikan
kesinambungan, baik yang di dalam tingkat kelas, antar jenjang pendidikan,
maupun antara jenjang pendidikan dengan jenis pekerjaan.
4)
Prinsip efisiensi; yakni mengusahakan agar dalam
pengembangan kurikulum dapat mendayagunakan waktu, biaya, dan sumber-sumber
lain yang ada secara optimal, cermat dan tepat sehingga hasilnya memadai.
5)
Prinsip efektivitas; yakni mengusahakan agar
kegiatan pengembangan kurikulum mencapai tujuan tanpa kegiatan yang mubazir,
baik secara kualitas maupun kuantitas.
2.4 Perkembangan Kurikulum di
Indonesia
Dalam perjalanannya dunia
Pendidikan Indonesia telah menerapkan enam kurikulum, yaitu Kurikulum 1968,
Kurikulum 1975, kurikulum1984, Kurikulum 1994, Kurikulum 2004 atau
Kurikulum Berbasis Kompetensi (meski belum sempat disahkan pemerintah, tetapi
sempat berlaku di beberapa sekolah piloting project), dan terakhir Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang dikeluarkan pemerintah melalui Permen
Diknas Nomor 22 tentang Standar Isi, Permen Nomor 23 tentang Standar
Komnpetensi Lulusan, dan Permen Nomor 24 tentang Pelaksanaan kedua Permen
tersebut. Ada rumor yang berkembang dalam masyarakat bahwa ada kesan “Ganti
Menteri Pendidikan Ganti Kurikulum.” Kesan itu bisa benar bisa tidak,
tergantung dari sudut mana kita memandang. Kalau sudut pandangnya politis, maka
pergantian sistem pendidikan nasional, termasuk di dalamnya perubahan kurikulum
akan selalu dikaitkan dengan kekuasaan.
a. Kurikulum 1968
Sebelum diterapkan kurikulum 1968, pada tahun
1947 pernah diterapkan Rencana Pelajaran yang pada waktu itu menteri
pendidikannya dijabat Mr. Suwandi. Rencana Pelajaran 1947 memuat ketentuan
sebagai berikut: (l) bahasa Indonesia digunakan sebagai bahasa pengantar di
sekolah; (2) jumlah mata pelajaran untuk Sekolah Rakyat (SR) 16 bidang studi,
SMP 17 bidang studi, SMA jurusan B 19 bidang studi. Lahirnya Rencana Pelajaran
1947 diawali dari pembenahan sistem per sekolah pasca Indonesia merdeka yang
sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945. Akan tetapi, pembenahan ini baru bisa
diterapkan pada tahun 1965 melalui keputusan Presiden Nomor 19 Tahun 1965
tentang pokok-pokok sistem Pendidikan Nasional Pancasila. Jiwa kurikulum adalah
gotong royong dan demokrasi terpimpin.
Setelah berakhirnya kekuasaan orde lama,
keluar Ketetapan MPRS Nomor XXVII/MPRS/I966 yang berisi tujuan pendidikan
membentuk manusia Pancasilais sejati. Dua tahun kemudian lahirlah Kurikulum
1968, sebuah pedoman praksis pendidikan yang terstruktur pertama kali (Cony
Semiawan, 19B0). Tujuan pendidikan menurut Kurikulum 1968 adalah mempertinggi
mental-moral budi pekerti dan memperkuat keyakinan beragama, mempertinggi
kecerdasan dan keterampilan, serta membina/mengembangkan fisik yang kuat dan
sehat. Ketentuan-ketentuan dalam kurikulum 1968 adalah: (1) bersifat:
correlated subject currikulum; (2) jumlah mata pelajaran untuk SD 10 bidang
studi, SMP 18 bidang studi (Bahasa Indonesia dibedakan bahasa Indonesia I dan
II, SMA jurusan A 18 bidang studi, SMA jurusan B 20 bidang studi, jurusan SMA C
19 bidang studi; (3) penjurusan SMA dilakukan di kelas II. Pada waktu
diberlakukan Kurikulum I968 yang mejabat menteri pendidikan adalah Mashuri.
S.H.
b. Kurikulum 1975
Kurikulum ini ditetapkan ketika menteri
pendidikan dijabat Letjen TNI Dr. Syarif Thajeb (1973-1978).
Ketentuan-ketentuan Kurikulum 1975 adalah: (1) Sifat: integrated curriculum
organization; (2) SD mempunyai satu struktur program terdiri atas 9 bidang
studi; (3) pelajaran Ilmu Alam dan llmu Hayat menjadi Ilmu Pengetahuan Alam
(IPA); (4) pelajaran Ilmu Aljabar dan Ilmu Ukur menjadi Matematika; (5) jumlah
mata pelajaran SMP dan SMA menjadi 11 bidang studi; (6) penjurusan SMA dibagi
tiga IPA, IPS dan Bahasa dimulai pada permulaan semester II kelas 1. Ketika
belum semua sekolah mengimplementasikan Kurikulum 1975, mulai dirasakan
kurikulum ini tidak bisa mengejar kemajuan pesat masyarakat. Maka kurikulum
1975 diganti oleh Kurikulum 1984.
c. Kurikulum 1984
Kurikulum ini diterapkan ketika menteri
pendidikan dijabat oleh Prof. Dr. Nugroho Notosusanto seorang ahli sejarah
Indoesia. Ketentuan-ketentuan dalam Kurikulum 1984 adalah: (1) Sifat: Content
Based Curnculum; (2) Program pelajaran mencakup 11 bidang studi; (3) Jumlah
mata pelajaran SMP menjadi 12 bidang studi; (4) Jumlah mata pelajaran SMA 15
bidang studi untuk program inti, 4 bidang studi untuk program pilihan; (5)
Penjuusan SMA dibagi lima: program A1 (Ilmu Fisika), A2 (Ilmu Biologi), A3 Ilmu
Sosial, A4 Ilmu Budaya, dan A5 (Ilmu Agama); (6) Penjurusan dilakukan di kelas
II. Pada Kurikulum 1984 penambahan bidang studi, yakni Pendidikan Sejarah
Perjuangan Bangsa (PSPB). Hal ini bisa dimaklumi karena menteri pendidikan saat
itu dijabat oleh seorang sejarawan. Dalam perjalanannya, Kurikulum 1984
dianggap oleh banyak kalangan dianggap sarat beban sehingga diganti dengan
Kurikulum 1994 yang lebih sederhana.
d. Kurikulum 1994
Kurikulum ini ditetapkan ketika menteri
pendidikan dijabat oleh Prof Dr. Ing Wardiman Djojonegoro seorang teknokrat
yang menimba ilmu di Jerman Barat bersama BJ. Habibie. Ketentuan-ketentuan yang
ada dalam Kurikulum 1994 adalah: (l) bersifat: Objective Based Curriculum: (2)
nama SMP diganti mejadi SLTP (Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama) dan SMA diganti
SMU (Sekolah Menengah Umum); (3) mata pelajaran PSPB dihapus; (4) program
pengajaran SD dan SLTP disusun dalam 13 mata pelajaran; (5) Program pengajaran
SMU disusun dalam 10 mata pelajaran; (6) Penjurusan SMA dilakukan di kelas II
yang dari program IPA, program
IPS, dan program Bahasa. Ketika reformasi bergulir tahun 1998, Kurikulum 1994
mengalami penyesuaian-penyesuaian dalam rangka mengakomodasi tuntutan
reformasi. Oleh karena itu, muncul suplemen Kurikulurn 1994 yang lahir tahun
1999. Dalam suplemen tersebut ada penyesuaian-penyesuaian materi pelajaran,
terutama mata pelajaran seperti PPKN, Sejarah, dan beberapa mata pelajaran yang
lainnya. Lagi-lagi kurikulum ini pun mengalami nasib yang sama dengan kurikulum
sebelumnya. Bersamaan dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional yang menggantikan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989,
pemerinrah melalui Departemen pendidikan Nasional menggagas kurikulum baru yang
diberi nama Kurikulum Berbasis Kompetensi.
e. Kurikulum Berbasis Kompetensi (Kurikulum 2004)
Kurikulum Berbasis Komperensi digagas ketika
Menteri Pendidikan dijabat oleh Prof. Abdul Malik Fadjar, M.Sc.
Ketentuan-ketentuan yang ada dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi adalah: (1)
bersifat: Competency Based Curriculum: (2) penyebutan SLTP menjadi SMP (Sekolah
Menengah Pertama) dan SMU menjadi SMA Sekolah Menengah Atas); (3) program
pengajaran SD disusun 7 mata pelajaran; (4) program pengajaran SMP disusun
dalam 11 mata pelajaran; (5) program pengajaran SMA disusun dalam 17 mata
pelajaran; (6) penjurusan SMA dilakukan di kelas II, terdiri atas Ilmu Alam,
Sosial, dan Bahasa (Kompas, 16 Agustus 2005)
f.
Kurikulum Tingkat satuan
Pendidikan (KTSP)
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) merupakan
revisi dan pengembangan dari Kurikulum Berbasis Kompetensi atau ada yang
menyebut Kurikulum 2004. KTSP lahir karena dianggap KBK masih sarat dengan
beban belajar dan pemerintah pusat dalam hal ini Depdiknas masih dipandang
terlalu intervensi dalam mengembangan kurikulum. OIeh karena itu, dalam KTSP
beban belajar siswa sedikit berkurang dan tingkat satuan pendidikan (sekolah,
guru, dan komite sekolah) diberikan kewenangan untuk mengembangan kurikulum,
seperti membuat indikator, silabus, dan beberapa komponen kurikulum lainnya.
2.5 Pentingnya Kurikulum
dalam Pendidikan
Dalam usaha pencapaian
tujuan pendidikan, peran kurikulum dalam pendidikan formal di sekolah sangatlah
strategis. Bahkan kurikulum memiliki kedudukan yang sangat sentral dalam
keseluruhan proses pendidikan, serta kurikulum merupakan syarat mutlak dan
bagian yang tak terpisahkan dari pendidikan itu sendiri, karena peran kurikulum
sangat penting maka, menjadi tanggung jawab semua pihak yang terkait dala proses
pendidikan
Bagi guru, kurikulum
berfungsi sebagai pedoman dalam melaksanakan proses belajar mengajar. Bagi
kepala sekolah dan pengawas berfungsi sebagai pedoman supervisi atau
pengawasan. Bagi orang tua kurikulum itu berfungsi sebagai pedoman untuk
memberikan bantuan bagi terselenggaranya proses pendidikan. Sedangkan bagi
siswa kurikulum sebagai pedoman pelajaran.
Dalam pengertian kurikulum
yang dikemukakan tersebut harus diakui ada kesan bahwa kurikulum seolah-olah
hanya dimiliki oleh lembaga pendidikan modern dan yang telah memiliki rencana
tertulis. Sedangkan lembaga pendidikan yang tidak memiliki rencana tertulis
dianggap tidak memiliki kurikulum. Pengertian tersebut memang pengertian yang
diberlakukan untuk semua unit pendidikan dan secara administratif kurikulum harus
terekam secara tertulis.
Posisi sentral ini
menunjukkan bahwa di setiap unit pendidikan kegiatan kependidikan yang utama
adalah proses interaksi akademik antara peserta didik, pendidik, sumber dan
lingkungan. Posisi sentral ini menunjukkan pula bahwa setiap interaksi akademik
adalah jiwa dari pendidikan. Dapat dikatakan bahwa kegiatan pendidikan atau
pengajaran pun tidak dapat dilakukan tanpa interaksi dan kurikulum adalah
desain dari interaksi tersebut.
Dalam posisi ini maka kurikulum merupakan
bentuk akuntabilitas lembaga pendidikan terhadap masyarakat. Setiap lembaga
pendidikan, apakah lembaga pendidikan yang terbuka untuk setiap orang ataukah
lembaga pendidikan khusus haruslah dapat mempertanggungjawabkan apa yang
dilakukannya terhadap masyarakat. Lembaga pendidikan tersebut harus dapat
memberikan “academic accountability” dan “legal accountability” berupa
kurikulum. Oleh karena itu jika ada yang ingin mengkaji dan mengetahui kegiatan
akademik apa dan apa yang ingin dihasilkan oleh suatu lembaga pendidikan maka
ia harus melihat dan mengkaji kurikulum. Jika seseorang ingin mengetahui apakah
yang dihasilkan ataukah pengalaman belajar yang terjadi di lembaga pendidikan
tersebut tidak bertentangan dengan hukum maka ia harus mempelajari dan mengkaji
kurikulum lembaga pendidikan tersebut.
Dalam pengertian “intrinsic” kependidikan
maka kurikulum adalah jantung pendidikan. Artinya, semua gerak kehidupan
kependidikan yang dilakukan sekolah didasarkan pada apa yang direncanakan
kurikulum. Kehidupan di sekolah adalah kehidupan yang dirancang berdasarkan apa
yang diinginkan kurikulum. Oleh karena itu kurikulum adalah dasar dan sekaligus
pengontrol terhadap aktivitas pendidikan. Tanpa kurikulum yang jelas apalagi
jika tidak ada kurikulum sama sekali maka kehidupan pendidikan di suatu lembaga
menjadi tanpa arah dan tidak efektif dalam mengembangkan potensi peserta didik
menjadi kualitas pribadi yang maksimal.
Secara formal, tuntutan
masyarakat terhadap pendidikan diterjemahkan dalam tujuan pendidikan nasional,
tujuan pendidikan jenjang pendidikan dan tujuan pendidikan lembaga pendidikan.
Tujuan pendidikan nasional adalah tujuan besar pendidikan bangsa Indonesia yang
diharapkan tercapai melalui pendidikan dasar. Apabila pendidikan dasar
Indonesia adalah 9 tahun maka tujuan pendidikan nasional harus tercapai dalam
masa pendidikan 9 tahun yang dialami seluruh bangsa Indonesia. Tujuan di atas
pendidikan dasar tidak mungkin tercapai oleh setiap warganegara karena
pendidikan tersebut, pendidikan menengah dan tinggi, tidak diikuti oleh setiap
warga bangsa. Oleh karena itu kualitas yang dihasilkannya bukanlah kualitas
yang harus dimiliki seluruh warga bangsa tetapi kualitas yang dimiliki hanya
oleh sebagian dari warga bangsa.
Undang-Undang nomor 20
tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 36 ayat (3) menyatakan
bahwa kurikulum disusun sesuai dengan jenjang dan jenis pendidikan
dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan memperhatikan:
a.
peningkatan
iman dan takwa;
b. peningkatan akhlak mulia;
c. peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat peserta
didik;
d. keragaman potensi daerah dan lingkungan;
e. tuntutan pembangunan daerah dan nasional;
f. tuntutan dunia kerja;
g. perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;
h. agama;
i. dinamika perkembangan global; dan
j. persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan
Pasal ini jelas menunjukkan
berbagai aspek pengembangan kepribadian peserta didik yang menyeluruh dan
pengembangan pembangunan masyarakat dan bangsa, ilmu, kehidupan agama, ekonomi,
budaya, seni, teknologi dan tantangan kehidupan global. Artinya, kurikulum
haruslah memperhatikan permasalahan ini dengan serius dan menjawab permasalahan
ini dengan menyesuaikan diri pada kualitas manusia yang diharapkan dihasilkan
pada setiap jenjang pendidikan (pasal 36 ayat 2).
2.5. Fungsi Kurikulum
a.
Fungsi Kurikulum Bagi Guru Atau Pendidik Adalah:
-
Sebagai pedoman kerja dalam menyusun dan
mengorganisasi pengalaman belajar para anak didik.
-
Sebagai pedoman dalam mengadakan evaluasi
terhadap perkembangan anak didik dalam rangka menyerap sejumlah pengalaman yang
diberikan.Langeveld mengajukan lima komponen yang berinteraksi secara aktif
dalam proses pendidikan yakni:
1.
Komposisi tujuan pendidikan, sebagai landasan
idiil pendidikan dan yang dicapai melalui proses pendidikan tersebut.
2.
Komponen terdidik, sebagai masukan manusiawi
yang diperlukan sebagai subjek aktif dan dikenai proses pendidikan tersebut.
3.
Komponen alat pendidikan, sebagai unsur sarana
atau objek yang dikenakan kepada terdidik dalam proses pendidikan.
4.
Komponen pendidik, merupakan unsur manusiawi yang
membantu mengenalkan alat pendidikan kepada anak didik dan mengarahkan proses
pendidikan menuju sasaran yang diharapkan sebagaimana tercantum dalam tujuan
pendidikan.5. Komponen lingkungan pendidikan, sebagaimana unsur
suasana yang membantu dan membeikan udara segar dalam proses pendidikan
(Supeno, 1995: 42-43).
b.
Fungsi Kurikulum Bagi Kepala Sekolah
Kepala sekolah merupakan administrator dan supervisor yang
mempunyai tanggung jawab terhadap kurikulum. Fungsi kurikulum bagi kepala
sekolah adalah pertama, sebagai pedoman dalam mengadakan fungsi supervisi,
yakni memperbaiki situasi belajar. Kedua, sebagai pedoman dalam melaksanakan
supervise dalam menciptakan situasi untuk menunjang siuasi belajar anak ke arah
yang lebih baik. Ketiga, sebagai pedoman dalam melaksanakan supervisi dalam
memberikan bantuan kepasa guru atau pendidik agar dapat memperbaiki situasi
mengajar. Keempat, sebagai seorang administrator, menjadikan kurikulum sebagai
pedoman untuk mengembangkan kurikulum pada masa mendatang. Kelima, sebagai
pedoman untuk mengadakan evaluasi atas kemajuan belajar mengajar (Soeopo dan
Soemanto, 1993: 19)
c.
Fungsi Kurikulum Bagi Orang Tua.
Bagi orang tua, kurikulum difungsikan sebagai
bentuk adanya partisipasi orang tua dalam membantu usaha sekolah dalam memajukan
putra-putrinya. Bantuan yang dimaksud dapat berupa konsultasi langsung ke
sekolah atau guru mengenai masalah-masalah menyangkut anak-anaknya. Adapun
bantuan berupa materi dari orang tua anak dapat melalui lembaga BP-3. Dengan
membaca dan memahami kurikulum sekolah, para orang tua dapat mengetahui
pengalaman belajar yang diperlukan anak-anak mereka. Sehingga partisipasi orang
tua inipun tidak kalah pentingnya dalam menyukseskan proses belajar-mengajar di
sekolah
Meskipun orang tua telah menyerahkan anak-anak
mereka kepada sekolah supaya diajarkan ilmu pengetahuan dan dididik menjadi
orang yang bermanfaat bagi dirinya, orang tua, keluarga, masyarakat, bangsa,
dan agama. Namun demikian, tidak berarti tanggung jawab kesuksesan anaknya
secara total diserahkan kepada sekolah atau pendidik. Sebenarnya, keberhasilan
tersebut merupakan hasil dari dari sistem kerjasama berdasarkan fungsi
masing-masing, meliputi: orang tua, sekolah, dan guru. Oleh karena itu,
pemahaman orang tua mengenai kurikulum merupakan hal yang mutlak.
d. Fungsi Sekolah Tingkat Atas
Fungsi kurikulum dalam hal ini dapat dibagi
menjadi dua:
1.
Pemeliharaan keseimbangan proses pendidikan.
2.
Penyiapan tenaga baru
e. Fungsi bagi masyarakat dan
pemakai lulusan sekolah.
Kurikulum suatu sekolah juga berfungsi bagi
masyarakat dan pihak pemakai lulusan sekolah bersangkutan. Dengan mengetahui
kurikulum suatu sekolah, masyarakat, sebagai pemakai lulusan, dapat
melaksanakan sekurang-kurangnya dua macam:
- Ikut memberikan kontribusi
dalam memperlancar pelaksanaan program pendidikan yang membutuhkan kerja sama
dengan pihak orang tua dan masyarakat
- Ikut memberikan kritik dan
saran konstruktif demi penyempurnaan program pendidikan di sekolah, agar lebih
serasi dengan kebutuhan masyarakat dan lapangan kerja.
f. Fungsi penyesuaian.
Anak didik hidup dalam suatu lingkungan,
sehingga anak didik dituntut untuk mampu menyesuaikan diri terhadap lingkungan
tersebut. Lingkungan senantiasa berubah, tidak statis, bersifat dinamis, karena
itu anak didik diharapkan mampu menyesuaikan diri dengan kondisi seperti itu. Muhammad Fadlil Al-Jamali
mengungkapkan bahwa pendidikan yang dapat disarikan dari Al-Qur’an
berorientasi:
1. Mengenalkan individu akan
perannya di antara sesama makhluk dengan tanggung jawabnya I dalam hidup ini.
2. Mengenalkan individu akan
individu sosial dan tanggung jawabnya dalam tata hidup bermasyarakat.
3. Mengenalkan individu akan
alam ini dan mendorong mereka mengetahui hikmah diciptakannya alam, serta
memberikan kemungkinan kepada mereka untuk mengambil manfaat dari alam.
4. Menegakkan individu akan
pencipta alam ini dan memerintahkan agar beribadah kepada Allah.
g. Fungsi Pengintegrasian
Dalam hal ini, orientasi dan fungsi kurikulum
adalah mendidik anak agar mempunyai pribadi yang integral. Mengingat anak didik
merupakan bagian integral dari masyarakat, pribadi yang terintegrasi itu akan
memberikan sumbangan dalam rangka pembentukan atau pengintegrasian masyarakat.
h. Fungsi perbedaan
Pada prinsipnya, potensi yang dimiliki anak
didik itu memang berbeda-beda, dan peran pendidikanlah untuk mengembangkan
potensi-potensi yang ada itu secara wajar, sehingga anak didik dapat hidup
dalam masyarakat yang senantiasa beraneka-ragam namun satu tujuan pembangunan
tersebut. Berkaitan dengan deverensiasi pada anak didik tersebut, Nabi Saw
bersabda: “Kami para Nabi diperintahkan untuk menempatkan manusia sesuai dengan
potensi akalnya (H.R. Abu Bakar bin Asy-Syakir)”. Barangkali dapat
diinterpretasikan bahwa pendidikan dan kurikulum harus diorientasikan kepada
pengembangan potensi yang berbeda-beda dari anak didik, sehingga perlakuan
terhadap mereka sepatutnya mempertimbangkan perbedaan kemampuan dan potensi
masing-masing.
i.
Fungsi Persiapan
Kurikulum berfungsi mempersiapkan anak didik
agar mampu melanjutkan studi lebih lanjut untuk suatu jangkauan yang lebih
jauh. Apakah anak didik melanjutkan ke sekolah yang lebih tinggi atau persiapan
untuk belajar di dalam masyarakat. Seandainya dia tidak mungkin melanjutkan ke
jenjang pendidikan yang lebih tinggi (Hamalik, 1990:11). Bersiap untuk belajar
lebih lanjut tersebut sangat diperlukan, mengingat sekolah tidak mungkin
memberikan semua apa yang diperlukan anak didik, termasuk dalam pemenuhan minat
mereka.
j.
Fungsi Pemilihan
Dalam pembahasan sebelumnya, telah dijelaskan bahwa
fungsi kurikulum adalah deverensiasi yakni memberikan layanan kepada anak didik
sesuai dengan perbedaan-perbedaan pada dirinya.
k. Fungsi Diagnostik
Fungsi diagnostik adalah agar siswa dapat
melakukan evaluasi kepada dirinya dan menyadari semua kelemahan dan kekuatan
diri sehingga dapat memperbaiki dan mengembangkannya sesuai dengan kemampuannya
yang ada, yang pada akhirnya dapat berkembang secara maksimal dalam masyarakat.
Hal ini relevan dengan fungsi pendidikan Islam, yakni menanamkan nilai-nilai
insani dan nilai-nilai Ilahi pada peserta didik. Menurut Noeng Muhadjir, nilai
budaya termasuk insani, sedangkan nilai agama termasuk nilai Ilahi. Relasi
antara kedua nilai tersebut menjadi linier-koheren, yang ada hubungan hierarkis
dan etis yang menjadi rujukan dan pemandu semua nilai.
BAB III
KESIMPULAN
Kurikulum diartikan sebagai suatu dokumen atau
rencana tertulis mengenai kualitas pendidikan yang harus dimiliki oleh peserta
didik melalui suatu pengalaman belajar. Pengertian ini mengandung arti bahwa
kurikulum harus tertuang dalam satu atau beberapa dokumen atau rencana
tertulis. Dokumen atau rencana tertulis itu berisikan pernyataan mengenai
kualitas yang harus dimiliki seorang peserta didik yang mengikuti kurikulum
tersebut.
Guru, sebagai pengembang kurikulum dalam skala
mikro, perluh memahami kurikulum dan asas-asas yang mendasarinya, agar
pelaksanaan dari kurikulum tersebut dapat tercapai sesuai dengan yang
diharapkan bersama. Keempat asas tersebut adalah Asas Filosofis, Asas Psikologi
Anak dan Belajar, Asas Sosiologi, dan Asas Asas Organisatoris.Kurikulum pada
suatu sekolah merupakan suatu alat atau usaha mencapai tujuan-tujuan pendidikan
yang didiinginkan sekolah tertentu yang dianggap cukup tepat dan krusial untuk
dicapai. Salah satu langkah yang harus dilakukan adalah meninjau kembali tujuan
yang selama ini digunakan oleh sekolah bersangkutan. Dalam pencapaian tujuan
pendidikan yang dicita-citakan, tujuan-tujuan tersebut harus dicapai secara
bertahap yang saling mendukung. Sedangkan keberadaan kurikulum disini adalah
sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan
DAFTAR PUSTAKA
Syaudih Sukmadinata,
Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek, Bandung: Rosdakarya, 2007.
Nasution, S. 2008. Asas-asas Kurikulum. Jakarta: Bumi Aksara.
Drs. Abdullah Idi, M.Ed. “Pengembangan kurikulum”. Jakarta.1999.hal.135-145
Nasution, S. 2008. Asas-asas Kurikulum. Jakarta: Bumi Aksara.
Drs. Abdullah Idi, M.Ed. “Pengembangan kurikulum”. Jakarta.1999.hal.135-145
Anda sedang membaca artikel Perlunya Kurikulum dalam Pembelajaran. Terimakasih atas kunjungan serta kesediaan Anda membaca artikel ini.
Jika memang bermanfaat, Anda boleh menyebarluaskannya dan jangan lupa untuk menyertakan sumber link dibawah ini:
0 comments:
Posting Komentar