Pengertian
Hipotesis. Istilah
hipotesis berasal dari bahasa Yunani, yaitu hupo dan thesis. Kata hupo berarti
lemah, kurang, atau di bawah, sedangkan thesis, berarti teori, proposisi, atau
pernyataan yang disajikan sebagai bukti. Sehingga hipotesis dapat diartikan
sebagai suatu pernyataan yang masih lemah kebenarannya dan perlu dibuktikan
atau dugaan yang isfatnya masih sementara.
Trealese (1960) memberikan definisi
hipotesis sebagai suatu keterangan sementara dari suatu fakta yang dapat diamati.
Good dan scates (1954)
menyatakan bahwa hipotesis adalah sebuah taksiran atau referensi yang
dirumuskan serta diterima untuk sementara yang dapat menerangkan fakta-fakta
yang diamati ataupun kondisi-kondisi yang diamati dan digunakan sebagai petunjuk
untuk langkah-langkah selanjutnya.
Kerlinger (1973) menyatakan hipotesis
adalah pernyataan yang bersifat terkaan dari hubungan antara dua atau lebih
variabel. Jadi hipotesis adalah hasil dari tinjauan pustaka atau proses
rasional dari penelitian yang telah mempunyai kebenaran secara teoritik. Namun
demikian kebenaran hipotesis masih harus diuji secara empirik. Oleh karena itu,
hipotesis juga dianggap sebagai jawaban sementara terhadap masalah yang telah
dirumuskan dalam suatu penelitian dan masih perlu diuji kebenarannya dengan
menggunakan data empirik.
Apabila peneliti telah mendalami permasalahan
penelitiannya dengan seksama serta menetapkan anggapan dasar, maka lalu membuat
suatu teori sementara, yang kebenarannya masih perlu di uji. Sehingga peneliti akan
bekerja berdasarkan hipotesis yang diajukan. Peneliti mengumpulkan data-data
yang paling berguna untuk membuktikan hipotesis. Berdasarkan data yang
terkumpul, peneliti akan menguji apakah hipotesis yang dirumuskan dapat naik
status menjadi teori, atau sebaliknya tumbang sebagai hipotesis, apabila
ternyata tidak terbukti.
Hipotesis merupakan, yakni dugaan yang mungkin benar,
atau mungkin juga salah. Dia akan ditolak jika salah atau palsu, dan akan
diterima jika faktor-faktor membenarkannya. Penolakan dan penerimaan hipotesis,
dengan begitu sangat tergantung kepada hasil-hasil penyelidikan terhadap
faktor-faktor yang dikumpulkan.
Hipotesis adalah hasil proses teoretik atau proses
rasional yang berbentuk pernyataan tentang karakteristik populasi. Hipotesis juga merupakan
jawaban sementara terhadap pertanyaan penelitian yang ada pada perumusan
masalah penelitian. Dikatakan sementara, karena jawaban yang diberikan baru
didasarkan teori yang relevan, belum didasarkan atas fakta-fakta empiris yang
diperoleh dari pengumpulan data. Sebagai hasil proses teori yang belum
berdasarkan atas fakta, maka hipotesis masih perlu diuji kebenarannya dengan
data empiris.
Hipotesis dapat juga dipandang sebagai konklusi yang
sifatnya sangat sementara. Sebagai konklusi sudah tentu hipotesis tidak dibuat
dengan semena-mena, melainkan atas dasar pengetahuan-pengetahuan tertentu.
Pengetahuan ini sebagian dapat diambil dari hasil-hasil serta
problematika-problematika yang timbul dari penyelidikan-penyelidikan yang
mendahului, dari renungan-renungan atas dasar pertimbangan yang masuk akal,
ataupun dari hasil-hasil penyelidikan yang dilakukan sendiri. Jadi dalam taraf
ini mahasiswa cukup membuat konklusi dari persoalan-persoalan yang diajukan dan
merumuskannya dalam bentuk statemen (pernyataan).
Setelah masalah penelitian berhasil dirumuskan dengan
baik maka langkah berikutnya adalah mengajukan hipotesis yang didasarkan dari
kajian mendalam teori-teori yang relevan dengan variabel-variabel penelitian.
Agar sebuah kerangka teoretis meyakinkan maka argumentasi yang disusun dalam
teori-teori yang dipergunakan dalam membangun kerangka berpikir harus merupakan
pilihan dari sejumlah teori yang dikuasai secara lengkap dengan mencakup
perkembangan terbaru.
Disamping itu, kerangka teori juga dapat dilakukan
melalui pengkajian hasil-hasil penelitian yang relevan yang telah dilakukan
peneliti lainnya. Hasil penelitian orang lain yang relevan dijadikan titik
tolak penelitian kita dalam mencoba melakukan pengulangan, revisi, modidikasi,
dan sebagainya.
Hipotesis atau hipotesa adalah
jawaban sementara terhadap masalah yang masih bersifat praduga karena masih
harus dibuktikan kebenarannya.[1]
Hipotesis
ilmiah mencoba mengutarakan jawaban sementara terhadap
masalah yang kan diteliti.[2] Hipotesis menjadi teruji apabila semua gejala yang
timbul tidak bertentangan dengan hipotesis tersebut.[2] Dalam upaya pembuktian hipotesis, penelitidapat saja dengan sengaja menimbulkan atau menciptakan
suatu gejala.[2] Kesengajaan ini disebut percobaan atau eksperimen.[2]Hipotesis yang telah teruji kebenarannya disebut teori.[2]
Contoh:
Apabila
terlihat awan hitam dan langit menjadi pekat, maka seseorang dapat saja
menyimpulkan (menduga-duga) berdasarkanpengalamannya bahwa (karena langit mendung, maka...) sebentar
lagi hujan akan turun. Apabila ternyata beberapa saat kemudia hujan benar
turun, maka dugaan terbukti benar. Secara ilmiah, dugaan ini disebut hipotesis. Namun
apabila ternyata tidak turun hujan, maka hipotesisnya dinyatakan keliru.
Hipotesis berasal
dari bahasa Yunani: hypo = di bawah;thesis =
pendirian, pendapat yang
ditegakkan, kepastian.[3]
Artinya,
hipotesa merupakan sebuah istilah ilmiah yang digunakan dalam rangka kegiatan ilmiah yang mengikuti kaidah-kaidah berfikir biasa,
secara sadar, teliti, dan terarah.[3] Dalam penggunaannya sehari-hari hipotesa ini sering
juga disebut dengan hipotesis, tidak ada perbedaan makna di dalamnya.[3]
Ketika berfikir
untuk sehari-hari, orang sering menyebut hipotesis sebagai sebuah anggapan,
perkiraan, dugaan, dan sebagainya.[3] Hipotesis juga berarti sebuah pernyataan atauproposisi yang
mengatakan bahwa di antara sejumlah fakta ada hubungan tertentu.[3] Proposisi inilah yang akan membentuk proses
terbentuknya sebuah hipotesis di dalam penelitian, salah satu di antaranya, yaitu penelitian sosial.[4]
Proses pembentukan hipotesis merupakan sebuah proses penalaran, yang melalui tahap-tahap tertentu.[3] Hal demikian juga terjadi dalam pembuatan
hipotesis ilmiah, yang dilakukan dengan sadar, teliti,
dan terarah.[3] Sehingga, dapat dikatakan bahwa sebuah Hipotesis
merupakan satu tipe proposisi yang langsung dapat diuji.[4]
Hipotesis
merupakan elemen penting dalam penelitian ilmiah, khususnya penelitian kuantitatif.[2] Terdapat tiga alasan utama yang mendukung pandangan
ini, di antaranya:[5]
1.
Hipotesis dapat dikatakan sebagai
piranti kerja teori. Hipotesis ini dapat dilihat
dari teori yang digunakan untuk menjelaskan permasalahan yang
akan diteliti. Misalnya, sebab dan akibat dari konflik dapat dijelaskan melalui teori mengenai konflik.
3.
Hipotesis adalah alat yang besar dayanya untuk memajukan pengetahuan karena membuat ilmuwan dapat keluar dari dirinya sendiri. Artinya,
hipotesis disusun dan diuji untuk menunjukkan benar atau salahnya dengan cara
terbebas dari nilai dan pendapat peneliti yang menyusun dan mengujinya.
Walaupun
hipotesis penting sebagai arah dan pedoman kerja
dalam penelitian, tidak semua
penelitian mutlak harus memiliki hipotesis.[6] Penggunaan hipotesis dalam suatu penelitian
didasarkan pada masalah atau tujuan penelitian.[2] Dalam masalah atau tujuan penelitian tampak
apakah penelitian menggunakan
hipotesis atau tidak.[2] Contohnya yaitu Penelitian eksplorasi yang tujuannya untuk menggali dan
mengumpulkan sebanyak mungkin data atau informasi tidak menggunakan hipotesis.[2] Hal ini sama dengan penelitian deskriptif, ada yang
berpendapat tidak menggunakan hipotesis sebab hanya membuat deskripsi atau mengukur secara cermat tentang fenomena yang diteliti,[7] tetapi ada juga yang menganggap penelitian
deskriptif dapat menggunakan hipotesis.[8] Sedangkan, dalam penelitian penjelasan yang
bertujuan menjelaskan hubungan antar-variabel adalah keharusan untuk menggunakan hipotesis.[9]
1.
Untuk menguji teori,
2.
Mendorong munculnya teori,
5.
Memberikan kerangka untuk menyusun
kesimpulan yang akan dihasilkan.
Satu hipotesis
dapat diuji apabila hipotesis tersebut dirumuskan dengan benar.[2] Kegagalan merumuskan hipotesis akan mengaburkan
hasil penelitian.[2] Meskipun hipotesis telah memenuhi syarat
secara proporsional, jika
hipotesis tersebut masih abstrak bukan saja membingungkan prosedur penelitian,
melainkan juga sukar diuji secara nyata.[4]
Untuk dapat
memformulasikan hipotesis yang baik dan benar, sedikitnya harus memiliki
beberapa ciri-ciri pokok, yakni:[11]
1.
Hipotesis diturunkan dari suatu teori yang disusun untuk menjelaskan masalah dan dinyatakan dalam proposisi-proposisi.
Oleh sebab itu, hipotesis merupakan jawaban atau dugaan sementara atas masalah
yang dirumuskan atau searah dengan tujuan penelitian.
2.
Hipotesis harus dinyatakan secara
jelas, dalam istilah yang
benar dan secara operasional. Aturan untuk,
menguji satu hipotesis secara empiris adalah harus mendefinisikan secara operasional semua variabel dalam hipotesis dan diketahui secara pasti variabel independen dan variabel dependen.
3.
Hipotesis menyatakan variasi nilai sehingga dapat diukur secara empiris dan memberikan gambaran mengenai fenomena yang diteliti. Untuk hipotesis deskriptif berarti
hipotesis secara jelas menyatakan kondisi, ukuran, atau distribusi suatu variabel atau fenomenanya yang dinyatakan
dalam nilai-nilai yang mempunyai makna.
4.
Hipotesis harus bebas nilai. Artinya nilai-nilai yang
dimiliki peneliti dan
preferensi subyektivitas tidak
memiliki tempat di dalam pendekatan ilmiah seperti halnya dalam hipotesis.
5.
Hipotesis harus dapat diuji. Untuk
itu, instrumen harus ada
(atau dapat dikembangkan) yang akan menggambarkan ukuran yang valid dari variabel yang diliputi. Kemudian, hipotesis dapat diuji
dengan metode yang tersedia yang dapat digunakan untuk mengujinya
sebab peneliti dapat merumuskan hipotesis yang bersih, bebas nilai,
dan spesifik, serta
menemukan bahwa tidak ada metode penelitian untuk mengujinya. Oleh sebab itu, evaluasi hipotesis bergantung pada eksistensi metode-metode
untuk mengujinya, baik metode pengamatan, pengumpulan data, analisis data, maupun generalisasi.
6.
Hipotesis harus spesifik. Hipotesis
harus bersifat spesifik yang menunjuk kenyataan sebenarnya. Peneliti harus
bersifat spesifik yang menunjuk kenyataan yang sebenarnya. Peneliti harus
memiliki hubungan eksplisit
yang diharapkan di antara variabel dalam istilah arah (seperti, positif dan negatif). Satu
hipotesis menyatakan bahwa X berhubungan dengan Y adalah sangat umum. Hubungan
antara X dan Y dapat positif atau negatif. Selanjutnya, hubungan tidak bebas
dari waktu, ruang, atau unit analisis yang jelas. Jadi, hipotesis akan
menekankan hubungan yang diharapkan di antara variabel, sebagaimana kondisi di
bawah hubungan yang diharapkan untuk dijelaskan. Sehubungan dengan hal
tersebut, teori menjadi penting secara khusus dalam pembentukan hipotesis yang
dapat diteliti karena dalam teori dijelaskan arah hubungan antara variabel yang akan
dihipotesiskan.
7.
Hipotesis harus menyatakan perbedaan
atau hubungan antar-variabel. Satu hipotesis yang memuaskan adalah salah satu
hubungan yang diharapkan di antara variabel dibuat secara eksplisit.
Tahap-tahap
pembentukan hipotesa pada umumnya sebagai berikut:
Dasar
penalaran ilmiah ialah kekayaan pengetahuan ilmiah yang biasanya timbul karena sesuatu keadaan
atau peristiwa yang terlihat tidak atau tidak dapat diterangkan
berdasarkan hukum atau teori atau dalil-dalil ilmu yang
sudah diketahui.[3] Dasar penalaran pun sebaiknya dikerjakan dengan
sadar dengan perumusan yang tepat.[3] Dalam proses penalaran ilmiah tersebut, penentuan
masalah mendapat bentuk perumusan masalah.[3]
Dugaan atau
anggapan sementara yang menjadi pangkal bertolak dari semua kegiatan.[4] Ini digunakan juga dalam penalaran ilmiah.[3] Tanpa hipotesa preliminer,pengamatan tidak akan terarah.[4] Fakta yang terkumpul mungkin tidak akan
dapat digunakan untuk menyimpulkan suatu konklusi, karena tidak
relevan dengan masalahyang dihadapi.[3] Karena tidak dirumuskan secara eksplisit,
dalam penelitian, hipotesis
priliminer dianggap bukan hipotesis keseluruhan penelitian, namun merupakan sebuah hipotesis yang hanya digunakan
untuk melakukan uji coba sebelum penelitian sebenarnya dilaksanakan.[4]
Dalam penalaran
ilmiah, di antara jumlah fakta yang besarnya tak terbatas itu hanya dipilih
fakta-fakta yang relevan dengan
hipotesa preliminer yang perumusannya didasarkan pada ketelitian dan ketepatan
memilih fakta.[3]
Pembentukan
hipotesa dapat melalui ilham atau intuisi, dimana logika tidak dapat berkata
apa-apa tentang hal ini.[3] Hipotesa diciptakan saat terdapat hubungan tertentu
di antara sejumlah fakta.[3] Sebagai contoh sebuah anekdot yang jelas menggambarkan sifat penemuan dari
hipotesa, diceritakan bahwa sebuah apel jatuh dari pohon ketika Newton tidur di
bawahnya dan teringat olehnya bahwa semua benda pasti jatuh dan seketika itu
pula dilihat hipotesanya, yang dikenal dengan hukum gravitasi.[3]
5.
Pengujian hipotesa
Artinya,
mencocokkan hipotesa dengan keadaan yang dapat diamati[3] dalam istilah ilmiah hal ini disebut verifikasi(pembenaran).[3] Apabila hipotesa terbukti cocok dengan fakta maka
disebut konfirmasi.[3] Falsifikasi(penyalahan)
terjadi jika usaha menemukan fakta dalam pengujian hipotesa tidak sesuai dengan
hipotesa. Bilamana usaha itu tidak berhasil, maka hipotesa tidak terbantah oleh
fakta yang dinamakan koroborasi (corroboration).[3] Hipotesa yang sering mendapat konfirmasi atau
koroborasi dapat disebut teori.[3]
Apabila
hipotesa itu benar dan dapat diadakan menjadi ramalan (dalam istilah ilmiah disebut prediksi), dan ramalan
itu harus terbukti cocok dengan fakta.[3] Kemudian harus dapat diverifikasikan/koroborasikan
dengan fakta.[3]
Hipotesis ini
merupakan suatu jenis proposisi yang dirumuskan sebagai jawaban tentatif atas
suatu masalah dan kemudian diuji secara empiris.[12] Sebagai suatu jenis proposisi, umumnya hipotesis
menyatakan hubungan antara dua atau lebih variabel yang di dalamnya pernyataan-pernyataan hubungan
tersebut telah diformulasikan dalam kerangka teoritis.[12]Hipotesis ini, diturunkan, atau bersumber dari teori dan tinjauan literatur yang berhubungan dengan masalah yang akan diteliti.[12] Pernyataan hubungan antara variabel, sebagaimana dirumuskan dalam hipotesis, merupakan hanya
merupakan dugaan sementara atas suatu masalah yang didasarkan pada hubungan
yang telah dijelaskan dalam kerangka teori yang digunakan untuk menjelaskan
masalah penelitian.[12] Sebab, teori yang tepat akan menghasilkan hipotesis yang tepat
untuk digunakan sebagai jawaban sementara atas masalah yang diteliti atau
dipelajari dalam penelitian.[12] Dalam penelitian kuantitatif peneliti
menguji suatu teori. Untuk meguji teori tersebut, peneliti menguji hipotesis
yang diturunkan dari teori.[12]
Agar teori yang
digunakan sebagai dasar penyusunan hipotesis dapat diamati dan diukur dalam kenyataan
sebenarnya, teori tersebut harus dijabarkan ke dalam bentuk yang nyata yang
dapat diamati dan diukur.[12] Cara yang umum digunakan ialah melalui proses operasionalisasi, yaitu menurunkan tingkat keabstrakan
suatu teori menjadi tingkat yang lebih konkret yang menunjuk fenomena empiris
atau ke dalam bentuk proposisi yang
dapat diamati atau dapat diukur.[12] Proposisi yang dapat diukur atau diamati adalah
proposisi yang menyatakan hubungan antar-variabel.[12] Proposisi seperti inilah yang disebut sebagai
hipotesis.[12]
Jika teori
merupakan pernyataan yang menunjukkan hubungan antar-konsep (pada tingkat abstrak atau teoritis), hipotesis
merupakan pernyataan yang menunjukkan hubungan antar-variabel (dalam tingkat
yang konkret atau empiris).[12] Hipotesis menghubungkan teori dengan realitas
sehingga melalui hipotesis dimungkinkan dilakukan pengujian atas teori dan
bahkan membantu pelaksanaan pengumpulan data yang diperlukan untuk menjawab
permasalahan penelitian.[12] Oleh sebab itu, hipotesis sering disebut sebagai
pernyataan tentang teori dalam bentuk yang dapat diuji (statement of theory in
testable form), atau kadang-kadanag hipotesis didefinisikan sebagai pernyataan
tentatif tentang realitas (tentative statements about reality).[12]
Oleh karena
teori berhubungan dengan hipotesis, merumuskan hipotesis akan sulit jika tidak
memiliki kerangka teori yang menjelaskan fenomena yang diteliti, tidak
mengembangkan proposisi yang tegas tentang masalah penelitian, atau tidak
memiliki kemampuan untuk menggunakan teori yang ada.[13] Kemudian, karena dasar penyusunan hipotesis yang
reliabel dan dapat diuji adalah teori, tingkat ketepatan hipotesis dalam
menduga, menjelaskan, memprediksi suatu fenomena atau peristiwa atau hubungan
antara fenomena yang ditentukan oleh tingkat ketepatan atau kebenaran teori
yang digunakan dan yang disusun dalam kerangka teoritis.[12] Jadi, sumber hipotesis adalah teori sebagaimana
disusun dalam kerangkateoritis. Karena itu,
baik-buruknya suatu hipotesis bergantung pada keadaan relatif dari teori
penelitian mengenai suatu fenomena sosial disebut hipotesis penelitian atau hipotesis kerja.[12] Dengan kata lain, meskipun lebih sering terjadi
bahwa penelitian berlangsung dari teori ke hipotesis (penelitian deduktif), kadang-kadang sebaliknya yang
terjadi.[12]
Anda sedang membaca artikel Pengertian Hipotesis. Terimakasih atas kunjungan serta kesediaan Anda membaca artikel ini.
Jika memang bermanfaat, Anda boleh menyebarluaskannya dan jangan lupa untuk menyertakan sumber link dibawah ini:
0 comments:
Posting Komentar