EnsikloPenjas

Jumat, 28 September 2012

Respon Neuron Terhadap Luka (Injuri)


Bila suatu sel saraf mengalami trauma yang menghancurkan, sel saraf yang hancur ini tidak dapat diganti baru karena sel saraf tidak dapat berproliferasi, karenanya kerusakan pada SSP bersifat permanen. Akan tetapi jika serat saraf tepi mengalami luka atau terpotong, sel saraf berusaha untuk memperbaiki kerusakan, melakukan regenerasi juluran saraf yang rusak  dan memperbaharui fungsinya dengan cara menstimulus serangkaian proses metabolisma dan proses struktural yang dikenal sebagai reaksi akson. Berdasarkan lokasi terjadinya reaksi akson ini di bagi menjadi 3 bagian yaitu:
1. Reaksi lokal (local reaction): reaksi yang terjadi pada tempat traumanya
2. Reaksi anterograde (anterograde reaction): reaksi yang terjadi pada bagian distal dari tempat  trauma.
3. Reaksi Retrograde: reaksi yang terjadi pada bagian proksimal dari tempat terjadinya trauma.
         Beberapa reaksi berlangsung secara serentak, sementara yang lain mungkin terjadi mingguan atau bulanan.
Reaksi lokal
          Ke dua ujung yang mengalami trauma akan saling berusaha mendekat dan menyatu guna menutup ke dua puntung yang terpotong dan mencegah hilangnya bagian sitoplasma akson. Makrofag kemudian datang untuk memakan dan membersihkan daerah yang luka dari debris (kotoran).
Reaksi Anterograd
          Ujung akson menjadi hipertrofi dan berdegenerasi dalam waktu seminggu, sehingga kontak dengan membran pasca-sinaps akan berakhir. Sel Schwann kemudian akan berproliferasi,  memfa- gositasi puing-puing akson terminal yang hancur dan menduduki ruang sinaps. Bagian distal akson ini mengalami degenerasi Wallerian yang menyebabkan akson menjadi terpecah-pecah dan sel-sel Schwann berproliferasi dengan cepat yang kemudian akan memakan puing-puing akson dan selubung mielin. Jaringan ikat yang menyelubungi serat saraf  tersebut tidak mengalami perubahan. Ruangan yang terdapat di antara jaringan ikat ini kemudian akan terisi oleh sel-sel Schwann yang berproliferasi secara cepat., yang akan berfungsi sebagai penuntun bagi akson yang baru tumbuh yang bergerak menuju ke bagian postsinaps.
Reaksi retrograd
          Perikarion neuron yang hancur menjadi hipertrofi, badan Nisslnya akan tercerai berai dan inti sel akan bergeser dari tempatnya semula. Kejadian ini disebut kromatolisis (chromatolysis). Setelah 3 minggu bila sel saraf luput dari trauma, badan sel kemudian secara aktif mensintesa ribosom-ribosom bebas, protein dan berbagai molekul-molekul berukuran besar (makromolekul). Proses ini dapat berlangsung selama beberapa bulan. Selama masa ini bagian proksimal akson dan selubung mielin yang menyelubunginya akan berdegenerasi. Kemudian beberapa tunas akson akan muncul dari ujung proksimal tersebut, dan berjalan mengisi ruang selubung jaringan ikat dengan dibimbing oleh sel-sel Schwann menuju ke sel sasaran. Tunas yang pertama mencapai sel target akan langsung membentuk sinaps, sementara tunas-tunas yang lain akan berdegenerasi. Proses regenerasi ini berlangsung kira-kira dengan kecepatan 3-4 mm/hari. Sel saraf mempunyai pengaruh tropik (mempengaruhi kehidupan) sel target. Jika sel saraf mati, maka sel-sel lainnya yang merupakan target dari sel saraf tersebut juga akan mengalami atropi dan degenerasi. Proses ini disebut dengan degenrasi transneuron (transneuronal degeneration).
          Regenerasi pada SSP sangat-sangat sulit dibandingkan dengan serat saraf perifer, karena SSP tidak mengandung jaringan ikat. Sel saraf yang rusak di dalam SSP akan difagositosis oleh makrofag yang khas yaitu mikroglia. Ruang-ruang yang telah dibersihkan lewat proses fagositosis ini kemudian akan diduduki oleh sel-sel glia yang berproliferasi secara besar-besaran membentuk parut glia (Glial scar). Adanya glial scar ini menghalangi proses perbaikan, sehingga kerusakan sel saraf di dalalm SSP adalah permanen dan tidak dapat diperbaiki.  


DAFTAR PUSTAKA


1.  Albert, B., Bray, D., Lewis, J., Raff, M., Roberts, K., Watson, J.D. (1994), Cellular 
     Mechaninsm of development in Molecular Biology of The Cell., 3rd Ed., Garland Publishing, 
     New York and London, pp. 1037-1138
2.  Andrianto, P. (alih bahasa), (1985), Textus nervosus and Neuroglia dalam Histologi Atlas 
     Bewarna Anatomi Mikroskopik ( Terjemahan Sobotta-Hammerson), 3 rd Ed., EGC, Jakarta, 
     Indonesia, Hal. 96-108
3.  Bergman, R.A., Afifi, A.K., Heidger, P.M., (1996), Neural Tissue in Histology, W.B. Saunders    
    Company, Philadelphia, USA, pp. 112-132
4. Gartner, L.P., and Hiatt, J.L. (Ed) (1997), Nervous Tissue in Color Textbook of Histology, W.B.    
    Saunders Company, Philadelphia,USA, pp. 155-185.
5.  Kessel, R.G., (1998), Nervous Tissue in Basic Medical Histology: The Biology of Cells, 
    Tissues and Organs, Oxford University Press, New York, USA, pp. 249-275.
6.  Lodish, H., Baltimore, D., Berk, A., Zipursky, S.L., Matsudara, P., Darnell, J., (1986).   
     Microtubule and Intermediate Filament in Molecular Cell Biology, 3rd Ed., Scientific American 
     Books, New York, USA, pp 1051-1119.
7.  Martoprawiro, M., Siswojo, S.K., Wonodirekso, S., Suryono, I., Tambayong, J. (Alih bahasa), 
     Jaringan saraf dan sistim saraf dalam Atlas Histologi Manusia (terjemahan Marianno S.H. 
     diFiore), Edisi 6, EGC, Jakarta, Indonesia, Hal. 66-84.
8.  Ross, M.H., Romrell, L.J.L. (1985), Nervous Tissue in Histology A Text and Atlas, 2nd Ed.,  
     Williams Wilkins, Baltimore, USA, pp. 241-264
9.  Tambayong, J. dan Wonodirekso, S. (Penyunting),(1985), Jaringan Saraf dalam:  Buku Ajar 
     Histologi (Terjemahan Leeson and Leeson Papparo), EGC, Jakarta, Indonesia, pp.210-248
10. Tanzil, R., Diktat Kuliah Saraf (1996), Bagian Histologi FKUI.
11. Wheater P.R., Burkitt, H.G., Daniels, V.G., (1987), Nervous Tissue in Functional Histology, A
      Text and Colour Atlas, Longman Group, Hongkong, pp. 95-117 
12. Wilson, K.J.W., Waugh, A. (1998), The Nervous System in Ross and Wilson Anatomy and
      Physiology, 8th ed., Churchill Livingstone, London, UK, pp. 140-189.
13. Young B., Heath, J.W. (2000), Nervous Tissue in Wheater’s Functional Histology: A Text and
      Color Atlas, 4th ed., Churchill livingstone, London, UK, pp. 116-142.

CATATAN KULIAH

ASPEK HISTOLOGIS DALAM NEUROSAINS

AHMAD AULIA JUSUF, MD, Ph.D
RADIANA DHEWAYANI ANTARIANTO, MD, M.BIOMED

Bookmark and Share

JANGAN LUPA KLIK IKLANNYA YAA..
1 X KLIK SANGAT BERARTI

Anda sedang membaca artikel Respon Neuron Terhadap Luka (Injuri). Terimakasih atas kunjungan serta kesediaan Anda membaca artikel ini. Jika memang bermanfaat, Anda boleh menyebarluaskannya dan jangan lupa untuk menyertakan sumber link dibawah ini:

http://pendidikanjasmani13.blogspot.com/2012/09/respon-neuron-terhadap-luka-injuri.html

0 comments:

Posting Komentar