EnsikloPenjas

Kamis, 31 Mei 2012

Osteoporosis dan Gangguan Menstruasi

2.1    OSTEOPOROSIS DAN GANGGUAN MENSTRUASI
Cann et al. (1984) melaporkan menurunnya kepadatan meineral tulang lumbal pada pelari-pelari dengan amenorrhoea dan temuan ini diperkuat oleh peneliti-peneliti lain.
Tahun 1986 Drinkwater et al. menunjukan bajwa hilangnya meneral tulang spina adalah reversibel bila menstruasi dan kadar hormon-hormon reproduksi telah kembali ke normal. Tetapi tanda-tanda lain menunjukan bahwa masa puncak (peak bone mass) dapat terancam pada amenorrhoea yang berkepanjangan. Temuan-temuan ini menambah jumlah masalh-masalah yang penting pada atlet wanita
Osteopororsis atau hilangnya meneral tulang, saat ini telah menjadi epidemi di dunia barat. Gejala kliniknya meliputi meningkatnya kejadian fraktur kerangka (terutama pada spina, pergelangan tangan dan paha), khyposis tulang spina akibat fraktur kompresi vertebra spontan disertai nyeri punggung yang tiba-tiba. Kejadian ini menimpa 1 dari wanita berusia diatas 6 tahun, dan kejadian pada wanita adalah 4 kali lebih banyak dari pada pria. Hal ini disebabkan karena puncak masa tulang yang dicapainya lebih rendah dan kehilangan mineral tulang lebih cepat setelah menoupause.
Masa tulang setiap individu ditentukan oleh faktor-faktor genetik, hormonal dan lingkungan yang singkatnya sebagai berikut
Faktor genetik untuk masa tulang ditandai oleh kecenderungan adanya osteoporosis dalam keluarga
Faktor lingkungan meliputi kegiatan fisik, tata gizi, pengaruh buruk merokok, kfein dan alkohol. Inaktivitas fisik dan ketiadaan gaya bera (seperti mdiruang angkasa) berakibat cepat hilangnya masa tulang dan balans kalsium yang negati sedangkan latihan fisik berorietasi positif dengan meningkatnya kepadatan  tulang. Atlet memilki kepadatan tulang yang lebih tinggi dari pada pesantai dan bahwa latihan meningkatkan masa tulang pada orang muda (Magulles et all. 1986) penelitian akhir-akhir ini menunjukan bahwa hilangnya mineral tulang lebih sedikit pada wanita yang postmonopaouse yang melakukan program olahrga beban (weight bearing program). Program latihan tanpa bebann pada tubuh bagian atas juga menunjukan sedikit peningkatan pada kepadatan tulang dibandingkan dengan wanita-wanita pada kelompok kontrol, tetapo ini belum konsisten
Faktor harmonal dalam penentuan masa tulang adalah komplex. Androgen bertanggungjawab untukk meningkatkan masa tulang pada pria, sedangkan oestrogen dan mungkin juga progresteron merupakan faktor penting bagi peningkatan masa tulang pada wanita.

2.2    PERKEMBANGAN TULANG NORMAL
Masa tulang meningkat dengan cepat selama masa pubertas dan mencapai puncaknya pada usia 30-40 tahun. Dengan dimulainya monopause dan menurunnya kadar estrogen terdapat penurunan masa tulang yang cepat per tahun selam 5 tahun pertama kemudian melambat, sel-sel tulang mempunyai reseptor estrogen, mekanismenya belum jelas; yang telah diketahui adalah bila kadar estrogen rendah masa tulang tidak dapat meningkat walaupun orang melakukan plahraga. Kondisi yang sama terjadi pada atlet amenorhoea yang hipoestrogenik.
Dengan terlambatnya manarche pada banyak atlet, meningkatnya kepadatan tulang pada pubertas juga terlambat, yang akan mejadi ancaman bagi perolehan puncak masa tulang. Hal inilah yang perlu mendapatkan perhatian oleh karena menjadi faktor yang terpenting bagi pencegahan osteoporosis dalam kehidupan di kemudian hari.
Stress fraktur terjadi lebih banyak pada wanita dan pria dan bebebrapa penelitian menunjukan meningkatnya kejadian fraktur atau stress fraktur pada atlet amenorrhoeik dai pada yang eumonorrhoeik. Kondisi hipi-oestrogenik sangat mungkin menjadi predisposisi bagi wanita-wanita ini untuk terjadinya struktur tulang yang tidak adekuat yang berakibat terjadinya fraktur. Tetapi kehati-hatian perlu diberlakukan oleh karena masalah ini dapat menjadi sugesti bagi atlet wanita yang berlari lebih jauh atau berlatih lebih keras bahwa mereka menjadi peka terhadap fraktur. Penting untuk diketahui bahwa stress fraktur terjadi terutama pada tulang-tulang kortikal yang secara konsisten terbukti mempunyai kepadatan yang normal pada atlet yang emenorrhoeik. Selanjutnya atlet menderita stress fraktur ternyata masa tulang kortikel atau trabekularnya sebanding dengan atlet secabang yang tidak menderita fraktur, sekalipun gangguan menstruasi pada kelompok itu meningkat. Jadi terbukti bahwa kepadatan tulang tidaklah sama dengan kualitas tulang, dan karena itu diperlukan penelitian lebih lanjut untuk menentuka  pengaruh jangka pemdek maupun jangka panjang dari gangguan menstruasi terhadap keutuhan tulang.
Tetapi sekalipun terdapat banyak faktor-faktor yang membingungkanm namun telah terbuktu bahwa atlet dengan amenorrhoea beresiko mendapatkan osteoporosis pada kehidupannya dikemudian hari.
2.3    DAN PENGOBATAN OSTEOPOROSIS
Sekalipun sudah terjadi osteoporosis tidak dapat disembuhkan dan pengobatannya hanya ditujukan untuk menghentikan atau meminimalkan osteoporosis lebih lanjut. Maka satu0satunya cara pengelolaan osteoporosis yang paling masuk akal adalah pencegahan.
Semua wanita harus didorong utuk melkukan olahraga secara teratur sepanjang hidupnyam oleh karena masa tulang berkolerasi positif dengan kekuatan otot dan berat badan. Rekomendasi umum hendaknya dicapai dengan latihan yaitu sedikitnya 3 hari dalam seminggum yang melibatkan besar salama 30 menit per latihan.
Sekalipun kelihatannya fraktur yang paling sering adalah oleh karena jatuh dan olahraga akan meningkatkan kemampuan mobilitas dan kemampuan koordinasi para pelakunyam yang oleh karenya itu mempunyai pengaruh yang signifikan utnuk mengurangi kejadian fraktur oleh kareja jatuh.
Kecukupan kalsium sepanjang hidup, khususnya dimasa pubertas sangatlah penting unutk memastikan diperolehnya puncak masa tulang. Asupan kalsium sebesar 800-1500mg/hari direkomendasikan untuk wanita; tetapi pengaruh suplemen kalsium terhadap kajadian fraktur masih belum terbukti (Evans 1990).
Terapi hormonal pengganti selama menoupause tetap kontroversial, dan kesulitan yang dilematis adalah menetukan manakala wanita yang berisiko rentan terhadap fraktur. Masa tulang cenderung rendah pada wanita Kauasia (orang kulitu putih) yang ektomorfik, tidak aktim belum pernah punya anak dan belum peranak makan kontrasepsi oral.
Dosis oestrogen rendah (0.624 mg conjugated oestrogen atau 10-20 ug oestradiol per hari) utnuk selam 3 minggu setiap bulan dikombinasikan dengan progesteron (medroxyprgesteron 5 mg atau levonorgesterol 30 mg per hari) merupak regimen yang praktis untuk wanita denga uterus yang intak (untuh). Terbaik segera diberikan pada awal monopouse untuk menghindari fase kehilangan masa tulang yang cepat.
Gejala osteoporosis dapat juga diobati denan menggunakan suplemen flourida (F), vitamin D dan calcitonin dibawah supervisi dokter. Penelitian awal menunjukan bahwa pemberian calcitonin dapat menigkatkan masa tulang.

2.4    DAMPAK SAMPING LAIN KADAR OESTROGEN YANG RENDAH
Frekuensi wanita post-monopause yang mendertian penyakit jantung iskemin hampir sama dengan laki-laki sebaya, sedangkan wanita yang masih menstruasi terling jantungnya oleh prpfil hormonnya. Tidaklah diketahui apakan pengaruh yang serupa terjadi pada atlet. Sekresi oestrogen yang tidak terhambat pada anovulasi kronik dapat menyebankan hiperplasia endometrim yang akan meningkatkan resiko terjadinya karsinoma enometrium. Tetapi ternyat atlet mempunyai lebih sedikit kejadian kanker alat reproduksi dan payudara dari pada populasi pada umumnya.

2.5    MENAGEMEN GANGGUAN MENSTRUASI PADA ATLET
Perubahan menstruasi pada atlet harus selalu dianggap sebagai kondisi patologis bukan oleh karena program latihannyam sampai benar-benar diyakinai bahwa hal itu memang adalah atletik amenorrhea, setelah melalui pemerikasaan lengkap. Ketiadaan menstruasi selam 6 bulan atau adanya amenorrhea primer (belum ada menarche) sampai usia 16 tahun wajib mendapatkan penilaian dan pemeriksaan.
Diagnosa kehamilan hendaknya selalu dipertimbangkan dan diteliti, bila mungkinm sejak dari awal. Amenorrhoea dapat pula merupakan bagian dari pengaruh virilisasi (maskulinisasi) dari steroid analbolik, sedangkan kontrasepsi oral dapat menyebabkan tidak terjadinya oendarahan menstrusi.
Anamnesa harus meliputi umur terjadinya menarche dan pla menstruasi sebelumnya dalam hubungan dengan program latihannya yang teratur. Faktor-faktor misalnya intensitas awal latihan atau peningkatan intensitas latihan yang cepat, kehilangan berat badan dan perubahan tata-gizi dekat sebelum terajdinya awal amenorrhoea harus diteliti, berasam-sama dengan faktor lain termasuk kajadian-kejadian yang menyebabkan stres misalnya kehilangan sesuatum kepindahan tempat tinggal atau partisipasi dalam olahraga tingkat puncak. Adanya stres fraktur dan cedera-cedera lian dapat pula relevan.
Selanjutnya anamnesa dan pemerikasaan hendaknya juga mencari dan menyingkirkan penyebab-penyebab kelainan oraganik dari amenorrhiea. Diagnosa difersialnya melipti:
§  Kehamilan
§  Anorxia nervosa
§  Kagagalan primer ovarium
§  Hiperprolaktinaemia
§  Panyakit polycytic ovarium’sindrom virilsasi misalnya hiperplasia adrenal kongentinetal atau abnormalitas genetik
§  Penyakit tiroid
Aspek-aspek yang relevan pada pemerikasaan fisk meliputi:
Tinggi badan, berat badan, jumlah teabal lipatan kulit, prosentasi dari berat ideal
Frekuensi denyt nadi dan suhu tubuhm vila dicurigai ada anorexia nervosa
Galactorrhoea yang ditunjukan oleh adanya sekresi air susu dengan tekanan lembut pada puting susu (menunjukan adanya hiperprolaktermia) Hirsutisme, acne, citoromegali bila ada indikasi virillisme
Gejala penyakit tiroid misalnya perubahan pada mata, tremor dan meningkatnya frkuensi dengut nadi.
Pemerikasaa parineum dan pelvis mungkin merupakan indikasi adanya abnormalitas anatomis, pemerikasaan ultrasound pelvis sanga perlu dalam situasi ini dan lebih sesuai untuk wanita muda.
Bila dari anamnesia dan pemerikasaan, jelas ada indikasi untuk amenorrhoea atlet, maka perlulah atlet mendapatkan pemerikasaan minimal terhadapa: adakah kadar E2 serum rendah dan prolaktin serum yang konsisten dengan diagnosa amenorrhoea (hipotalamik) atlet.
Pengobatan gangguan menstruasi ini diawali dengan upaya mengembalikan perubahan fisiologik yang berkaitan dengan amenorrhoea hipotalamik. Jumlah menstruasi per tahun yang diperlukan untuk mineralisasi tulang adekuat dan mencegah hiperlasia endometrium adalah meragukan; tetapi sedikitnya harus diusahakan unutk adanya 4 kali menstruasi dalam setahun.
Dalam praktek, atlet dengan berat badan rendah harus didorong untuk meningkatkan berat badannya sedikit 10% dan menurunkan latihannya dengan jumlah yang sama untuk hangka waktu 2-3 bulan. Pengalaman menunjuka bahwa bagian terbesar atlet akan mendapatkan kembali menstruasinya dan hal ini juga terjadi pada penari pada umunya dan atlet terpaksa istirahat oleh karena cedera.
Bila atlet tidak ingin mengubah latihan dan pola tata-gizinya atau bila perubahan fakor-faktor yang mungkin pemicu tidak menghasilkan kembali menstruasim atau bila anamnesa dan pemerikasaan menunjukan kemungkinan kondisi patologis lain, maka wajib dilakukan pemeriksaan yang lebih intensif. Pemeriksaan meliputi
§  Kadar serum FSH, LH, E2 dan progesteron
§  Kadar serum prlaktin
§  Tes fungsi tiroid
§  Kadar serum testoteronm dehidroepiandrosteron (DHEAS)
§  Semua pemeriksaan darah hendaknya dilakukan setelah 24 jam
§  Pemeriksaan ultrasonografi pelvis (perlu diketahui bahwa kista ovari dapat merupakan temuan non-spesifik)
§  CT-scan cranium atau MRI unutkkemungkinan adanya tumor primer
§  Pengukuran kepadatan tulang (photon absorptiometry) dapat dilakukan bila amaenorrhoea berkepanjangan atau kadar E2 sangat rendah atau bila ada hal yang berhubungan dengan integritas tulang



Bookmark and Share

JANGAN LUPA KLIK IKLANNYA YAA..
1 X KLIK SANGAT BERARTI

Anda sedang membaca artikel Osteoporosis dan Gangguan Menstruasi. Terimakasih atas kunjungan serta kesediaan Anda membaca artikel ini. Jika memang bermanfaat, Anda boleh menyebarluaskannya dan jangan lupa untuk menyertakan sumber link dibawah ini:

http://pendidikanjasmani13.blogspot.com/2012/05/osteoporosis-dan-gangguan-menstruasi.html

0 comments:

Posting Komentar