EnsikloPenjas

Kamis, 31 Mei 2012

Ketidakteraturan Haid Pada Atlet Wanita

Ketidakteraturan Haid: Ketika Atlet Wanita Berhenti Haid

Sejak tahun 1970-an, seiring meningkatnya keikutsertaan wanita dalam berbagai olahraga yang memerlukan rejimen latihan berat, para peneliti mulai menyadari bahwa banyak wanita tersebut mengalami perubahan siklus haid aibat partisipasi atlet tersebut. Perubahan-perubahan ini disebut athletic menstrual cycle irregularity (AMI). Disfungsi siklus haid dapat bervariasi keparahannya dari amenorea (penghentian siklus haid) hingga oligomenorea (haid yang tidak teratur atau jarang) hingga siklus yang lamanya normal tetapi anovulatorik (tanpa ovulasi) atau yang fase lutealnya singkat atau inadekuat.

Pada berbagai studi lama yang menggunakan survei dan kuisioner untuk menentukan prevalensi masalah ini, frekuensi gangguan terkait olah raga ini bervariasi dari 2% sampai 51%. Sebaliknya, angka kejadian disfungsi siklus haid pada wanita usia subur dalam populasi umum adalah 2% sampai 5%. Masalah utama dalam penggunaan survei untuk menentukan frekuensi kelainan siklus haid adalah dipertanyakannya keakuratan daya ingat tentang haid-haid sebelumnya. Selain itu, tanpa uji darah untuk menentukan kadar  hormon sepanjang daur, seorang wanita tidak akan mengetahui apakah ia anovulatorik atau mengalami pemendekan masa luteal. Studi-studi dimana kadar hormon ditentukan sepanjang siklus haid memperlihatkan bahwa daur yang tampak normal pada atlet sering memiliki fase luteal yang singkat (kurang dari dua hari dengan kadar progesteron rendah).

Dalam sebuah penelitian yang dilakukan untuk menentukan apakah olahraga berat yang berlangsung hingga dua kali siklus haid akan memicu gangguan haid, 28 mahasiswi non-atlet dengan ovulasi dan fase luteal normal ikut serta sebagai subyek. Mereka melakukan program latihan 8 minggu yang awalnya dari 4 mil per hari ditingkatkan menjadi 10 mil per hari pada minggu kelima. Mereka diharapkan ikut serta dalam olahraga tingkat sedang 3,5 jam sehari. Selama masa latihan hanya empat wanita yang memiliki siklus haid normal. Kelainan yang terjadi akibat latihan tersebut mencakup perdarahan abnormal, keterlambatan haid, kelainan fungsi luteal, dan hilangnya lonjakan LH. Semua wanita tersebut kembali mengalami siklus normal dalam enam bulan setelah latihan. Hasil dari penelitian ini mengisyaratkan bahwa frekuensi AMI dengan olahraga berat mungkin jauh lebih besar daripada yang diperlihatkan oleh kuisioner saja. Dalam penelitian-penelitian lain yang menggunakan rejimen olahraga intensitas rendah, AMI jauh lebih jarang dijumpai.

Mekanisme penyebab AMI belum diketahui saat ini, meskipun studi-studi mengisyaratkan bahwa peneurunan berat yang cepat, berkurangnya persentase lemak tubuh, insufiensi makanan, riwayat disfungsi haid, stres, usia saat mulai latihan, dan intensitas latihan sebagai faktor yang berperan. Para ahli epidemiologi menunjukkan bahwa jika seoraang wanita melakukan olahraga berat sebelum menarke (periode mestruasi pertama) maka menarke akan tertunda. Secara rerata, atlit mendapat haid pertama mereka tiga tahun lebih lambat daripada non-atlet. Selain itu, wanita yang ikut serta dalam olahraga sebelum menarke tampaknya mengalami peningkatan frekuensi AMI sepanjang karir atletik mereka yang berlatih setelah menarke. Perubahan hormon yang dijumpai pada atlet wanita mencakup (1) penurunan hebat kadar FSH, (2) peningkatan kadar LH, (3) penurunan progesteron selama fase luteal, (4) penurunan kadar estrogen pada fase folikular, dan (5) lingkungan FSH-LH yang sama sekali tidak seimbang dibandingkan dengan wanita non-atlet seusia. Banyak bukti yang menunjukkan bahwa siklus haid kembali ke normal setelah olahraga berat dihentikan.

Masalah utama yang berkaitan dengan amenorea atletik adalah berkurangnya densitas mineral tulang.  Studi-studi telah menunjukkan bahwa densitas mineral di tulang belakang bagian bawah pada mereka yang mengalami amenorea atletik lebih rendah daripada atlet dengan siklus haid normal dan lebih rendah daripada non-atlet seusia. Namun, pelari dengan amenorea memiliki densitas mineral tulang yang lebih tinggi dari non-atlet dengan amenorea, mungkin karena rangsangan mekans olahraga membantu menahan pengeroposan tulang. Studi-studi telah memperlihatkan bahwa atlet amenorea berisiko besar mengalami fraktur stres daripada atlet dengan siklus haid normal. Satu penelitian, sebagai contoh, mendapatkan fraktur stres 6 dari 11 pelari dengan amenorea tetapi hanya 1 dari 6 pelari dengan siklus haid normal. Mekanisme kerapuhan tulang ini mungkin sama seperti yang ditemukan pada osteoporosis pascamenopause-kurangnya estrogen. Masalah ini cukup serius sehingga atlet dengan amenorea perlu membahas kemunkinan terapi sulih estrogen dengan dokter mereka.

Mungkin terdapat beberapa manfaat positif dari disfungsi haid atlet. Suatu studi epidemiologi baru-baru ini untuk mengetahui apakah kesehatan umum dan reproduksi jangka panjang dari wanita yang pernah menjadi atlet semasa mahasiswa berbeda dari mereka yang bukan atlet, memperlihatkan bahwa mantan atlet menunjukkan angka kejadian kanker sistem reproduksi kuang dari separuh dan kanker payudara separuh dibandingkan non-atlet. Karena keduanya adalah kanker yang peka hormon, maka penundaan menarke dan kadar estrogen yang lebih rendah yang dijumpai pada atlet wanita mungkin berperan besar dalam menurunkan resiko kanker sistem reproduksi dan payudara.


Bookmark and Share

JANGAN LUPA KLIK IKLANNYA YAA..
1 X KLIK SANGAT BERARTI

Anda sedang membaca artikel Ketidakteraturan Haid Pada Atlet Wanita. Terimakasih atas kunjungan serta kesediaan Anda membaca artikel ini. Jika memang bermanfaat, Anda boleh menyebarluaskannya dan jangan lupa untuk menyertakan sumber link dibawah ini:

http://pendidikanjasmani13.blogspot.com/2012/05/ketidakteraturan-haid-pada-atlet-wanita.html

0 comments:

Posting Komentar