Bila suatu sel saraf mengalami trauma
yang menghancurkan, sel saraf yang hancur ini tidak dapat diganti baru karena
sel saraf tidak dapat berproliferasi, karenanya kerusakan pada SSP bersifat
permanen. Akan tetapi jika serat saraf tepi mengalami luka atau
terpotong, sel saraf berusaha untuk memperbaiki kerusakan, melakukan regenerasi
juluran saraf yang rusak dan
memperbaharui fungsinya dengan cara menstimulus serangkaian proses metabolisma
dan proses struktural yang dikenal sebagai reaksi
akson. Berdasarkan lokasi terjadinya
reaksi akson ini di bagi menjadi 3 bagian yaitu:
1.
Reaksi lokal (local reaction): reaksi yang terjadi pada tempat traumanya
2. Reaksi
anterograde (anterograde reaction): reaksi yang terjadi pada bagian distal dari
tempat trauma.
3. Reaksi Retrograde: reaksi yang terjadi pada bagian proksimal dari tempat
terjadinya trauma.
Beberapa reaksi berlangsung secara
serentak, sementara yang lain mungkin terjadi mingguan atau bulanan.
Reaksi
lokal
Ke dua ujung yang mengalami trauma
akan saling berusaha mendekat dan menyatu guna menutup ke dua puntung yang
terpotong dan mencegah hilangnya bagian sitoplasma akson. Makrofag kemudian
datang untuk memakan dan membersihkan daerah yang luka dari debris (kotoran).
Reaksi
Anterograd
Ujung akson menjadi hipertrofi dan
berdegenerasi dalam waktu seminggu, sehingga kontak dengan membran pasca-sinaps
akan berakhir. Sel Schwann kemudian akan berproliferasi, memfa- gositasi puing-puing akson terminal
yang hancur dan menduduki ruang sinaps. Bagian distal akson ini mengalami degenerasi
Wallerian yang menyebabkan akson menjadi terpecah-pecah dan sel-sel
Schwann berproliferasi dengan cepat yang kemudian akan memakan puing-puing
akson dan selubung mielin. Jaringan ikat yang menyelubungi serat saraf tersebut tidak mengalami perubahan. Ruangan
yang terdapat di antara jaringan ikat ini kemudian akan terisi oleh sel-sel
Schwann yang berproliferasi secara cepat., yang akan berfungsi sebagai penuntun
bagi akson yang baru tumbuh yang bergerak menuju ke bagian postsinaps.
Reaksi
retrograd
Perikarion neuron yang hancur menjadi
hipertrofi, badan Nisslnya akan tercerai berai dan inti sel akan bergeser dari
tempatnya semula. Kejadian ini disebut kromatolisis (chromatolysis).
Setelah 3 minggu bila sel saraf luput dari trauma, badan sel kemudian secara
aktif mensintesa ribosom-ribosom bebas, protein dan berbagai molekul-molekul
berukuran besar (makromolekul). Proses ini dapat berlangsung selama beberapa
bulan. Selama masa ini bagian proksimal akson dan selubung mielin yang
menyelubunginya akan berdegenerasi. Kemudian beberapa tunas akson akan muncul
dari ujung proksimal tersebut, dan berjalan mengisi ruang selubung jaringan
ikat dengan dibimbing oleh sel-sel Schwann menuju ke sel sasaran. Tunas yang
pertama mencapai sel target akan langsung membentuk sinaps, sementara
tunas-tunas yang lain akan berdegenerasi. Proses regenerasi ini berlangsung
kira-kira dengan kecepatan 3-4 mm/hari. Sel saraf mempunyai pengaruh tropik
(mempengaruhi kehidupan) sel target. Jika sel saraf mati, maka sel-sel
lainnya yang merupakan target dari sel saraf tersebut juga akan mengalami
atropi dan degenerasi. Proses ini disebut dengan degenrasi transneuron
(transneuronal degeneration).
Regenerasi pada SSP sangat-sangat
sulit dibandingkan dengan serat saraf perifer, karena SSP tidak mengandung
jaringan ikat. Sel saraf yang rusak di dalam SSP akan difagositosis oleh
makrofag yang khas yaitu mikroglia. Ruang-ruang yang telah
dibersihkan lewat proses fagositosis ini kemudian akan diduduki oleh sel-sel
glia yang berproliferasi secara besar-besaran membentuk parut glia (Glial scar).
Adanya glial scar ini menghalangi proses perbaikan, sehingga kerusakan sel
saraf di dalalm SSP adalah permanen dan tidak dapat diperbaiki.
New York and London , pp. 1037-1138
Indonesia ,
Hal. 96-108
DAFTAR PUSTAKA
1.
Albert, B., Bray, D., Lewis, J., Raff, M., Roberts, K., Watson, J.D.
(1994), Cellular
Mechaninsm of development in Molecular Biology of The Cell., 3rd
Ed., Garland Publishing,
2.
Andrianto, P. (alih bahasa), (1985), Textus nervosus and Neuroglia dalam
Histologi Atlas
Bewarna Anatomi Mikroskopik ( Terjemahan Sobotta-Hammerson), 3 rd Ed.,
EGC, Jakarta ,
3.
Bergman, R.A., Afifi, A.K., Heidger, P.M., (1996), Neural Tissue in
Histology, W.B. Saunders
Company, Philadelphia ,
USA , pp.
112-132
4. Gartner, L.P., and Hiatt, J.L.
(Ed) (1997), Nervous Tissue in Color Textbook of Histology, W.B.
Saunders Company, Philadelphia ,USA , pp. 155-185.
5.
Kessel, R.G., (1998), Nervous Tissue in Basic Medical Histology: The
Biology of Cells,
Tissues and Organs, Oxford University Press ,
New York , USA ,
pp. 249-275.
6. Lodish, H., Baltimore, D., Berk, A.,
Zipursky, S.L., Matsudara, P., Darnell, J., (1986).
Microtubule and Intermediate
Filament in Molecular Cell Biology, 3rd Ed., Scientific
American
Books, New York , USA , pp 1051-1119.
7.
Martoprawiro, M., Siswojo, S.K., Wonodirekso, S., Suryono, I. , Tambayong, J. (Alih bahasa),
Jaringan saraf dan sistim saraf dalam Atlas Histologi Manusia
(terjemahan Marianno S.H.
diFiore), Edisi 6, EGC, Jakarta,
Indonesia, Hal. 66-84.
8.
Ross, M.H., Romrell, L.J.L. (1985), Nervous Tissue in Histology A Text
and Atlas, 2nd Ed.,
Williams Wilkins, Baltimore ,
USA , pp.
241-264
9. Tambayong, J. dan Wonodirekso, S.
(Penyunting),(1985), Jaringan Saraf dalam:
Buku Ajar
Histologi (Terjemahan Leeson and Leeson
Papparo), EGC, Jakarta, Indonesia, pp.210-248
10.
Tanzil, R., Diktat Kuliah Saraf (1996), Bagian Histologi FKUI.
11. Wheater P.R., Burkitt, H.G.,
Daniels, V.G., (1987), Nervous Tissue in Functional Histology, A
Text and Colour Atlas, Longman Group,
Hongkong, pp. 95-117
12. Wilson , K.J.W., Waugh, A. (1998), The Nervous
System in Ross and Wilson Anatomy and
Physiology, 8th ed.,
Churchill Livingstone, London ,
UK , pp.
140-189.
13. Young B., Heath, J.W. (2000), Nervous Tissue in Wheater’s Functional
Histology: A Text and
Color Atlas, 4th ed., Churchill
livingstone, London , UK , pp. 116-142.
CATATAN
KULIAH
ASPEK
HISTOLOGIS DALAM NEUROSAINS
AHMAD AULIA JUSUF, MD, Ph.D
RADIANA
DHEWAYANI ANTARIANTO, MD, M.BIOMED
Anda sedang membaca artikel Respon Neuron Terhadap Luka (Injuri). Terimakasih atas kunjungan serta kesediaan Anda membaca artikel ini.
Jika memang bermanfaat, Anda boleh menyebarluaskannya dan jangan lupa untuk menyertakan sumber link dibawah ini:
0 comments:
Posting Komentar